DAERAH

Ancam Anak-anak Tahfiz dengan Parang, Anggota DPRD Sulsel Dipolisikan

Makassar (SI Online) – Seorang oknum Anggota DPRD Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan berinisial AM dilaporkan ke polisi. Setelah diduga melakukan pengancaman terhadap anak-anak tahfidz atau penghafal alquran menggunakan senjata tajam jenis parang.

Peristiwa ini diketahui terjadi di sekitar pekarangan Rumah Tahfidz Quran Nurul Jihad, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Ahad 11 Juli 2021 lalu.

Hal ini diungkapkan Pimpinan Pondok Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Abdul Wasid. Ia mengatakan telah melaporkan kejadian itu ke polisi. Setelah mengetahui pelaku adalah Anggota DPRD dari Fraksi PAN, Kabupaten Pangkep.

“Kenapa saya melapor di kantor polisi karena anak-anak sudah diancam pakai parang panjang. Iya, anggota dewan itu pakai baju dalam singlet terus ancam anak-anak itu pakai parang panjang,” kata Abdul Wasid kepada wartawan, Jumat malam (24/7/2021).

Abdul Wasid menjelaskan peristiwa ini bermula saat anak-anak di Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Makassar ingin bermain bulutangkis di belakang pondok. Menggunakan fasilitas umum atau jalanan yang tidak jauh dari pekarangan rumah anggota DPRD Kabupaten Pangkep itu pada 11 Juli 2021, sore.

Anak-anak juga ingin menjemur pakaian. Alat jemuran yang ingin digunakan, kala itu, berada dekat rumah anggota dewan tersebut.

“Karena memang ada alat jemurannya anak-anak di belakang. Tapi walaupun di depan rumahnya, tapi bukan pas di depan pagarnya. Itu alat jemurannya nempel di dinding sekolah jadi tidak ada haknya memang ini anggota dewan marah-marah,” jelas Wasid.

Kata Wasid, anggota dewan tersebut juga bahkan sempat menuduh anak-anak tahfizh mengotori kompleks dengan membuang sampah sembarangan. Padahal, waktu itu memang ada tukang yang sedang mengerjakan pembangunan rumah di lokasi tersebut.

“Bukan sampah-sampah dari santri hafidz quran. Kemudian, anak-anak dituduh nyalain petasan bulan ramadhan pagi-pagi. Padahal anak-anak kalau ramadhan libur. Itu semua yang tidak dia terima,” terang Wasid.

Menurut Wasid, anak-anak santri di Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Makassar sebenarnya sudah kerap menerima teguran dari anggota dewan tersebut.

Hanya saja, Wasid masih membiarkan kejadian itu. Karena menganggap demi kebaikan anak-anak santri untuk dapat lebih mandiri kedepannya.

Tetapi, kesabaran Wasid akhirnya tidak dapat terbendung lagi setelah mengetahui oknum Anggota DPRD Kabupaten Pangkep itu mengancam anak-anak santrinya menggunakan parang.

Sehingga, ia melaporkan kejadian tersebut di Polsek Panakukkang pada 12 Juli 2021.

Alasan Wasid, melaporkan kejadian itu ke kantor polisi karena menilai perbuatan anggota dewan tersebut sudah diluar kewajaran. Sehingga, dapat menyebabkan anak-anak di Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Makassar itu menjadi trauma dan stres.

“Kemarin-kemarin saya biarkan saja anak-anak dimarahi, ditegur. Tapi kali ini saya tidak terima karena sudah mengganggu psikologisnya anak-anak dan mengancam pakai parang panjang itu anak-anak bisa stres. Apalagi seorang penghafal alquran, baru anak di bawah umur semua yang diancam. Makanya saya melapor di Polsek Panakukkang. Saya melapor tanggal 12 Juli 2021. Ini bukan ngada-ngada karena anak-anak banyak yang saksi. Termaksuk korban,” kata dia.

“Kemudian anak gadisnya pakai sapu, dan satu keluarga termasuk adik iparnya, istrinya, adik kandungnya. Semua mengkroyok anak-anak dan menghardik anak-anak hafidz. Menghina anak hafidz. Itu faktornya kenapa saya tidak terima,” tambah Wasid.

Tak hanya itu, kata Wasid, anggota dewan tersebut juga menuntut agar pihak Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Makassar memblokade fasilitas umum atau jalanan yang berada di belakang secara permanen. Menggunakan tembok semen.

“Kemudian kami dituntut anggota dewan tersebut untuk menutup mati itu pintu belakang dengan menjadikan tembok. Tapi kan kami di situ, cuma numpang, rumah itu bukan milik kami itu rumahnya Ketua LPM Makassar Faizal Suyuti. Jadi setelah saya melapor ke Pak Faizal Suyuti, Pak Faizal Suyuti tidak terima dan tidak bersedia rumahnya ditutup. Karena beliau beli rumah tersebut sudah lengkap dengan pintunya,” papar Wasid.

Tetapi anggota dewan Kabupaten Pangkep itu tetap melakukan penutupan di pintu belakang Pondok Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad Makassar menggunakan tembok. Tanpa persetujuan dari pemilik rumah dan penghuni pondok tahfizh.

Alasan penutupan, kata dia, juga tidak rasional sama sekali. Sebab, penutupan dilakukan karena anggota dewan tersebut mengklaim bahwa tanah yang ditutup adalah milik pribadinya.

“Dengan lancangnya, entah kapan itu si anggota dewan tersebut menutup pintu pondok kami dan tetangga kami. Ditutup dengan semen tanpa ngomong kepada pemilik rumahnya dan kami juga,” katanya.

“Alasannya sangat tidak rasional dan tidak masuk akal sekali. Pertama, itu tahah milik pribadinya, padahal menurut Bu Lurah dan Pak Camat termasuk Pak RW, itu tanah bukan milik siapa-siapa. Itu fasilitas umum. Kedua, takutnya anak-anak keluar lagi bikin kegaduhan atau buang sampah sembarangan. Sangat tidak rasional sekali. Makanya bukan cuma saya yang berniat melaporkan ini anggota dewan. Sekarang pemilik rumah tersebut juga melaporkan bahkan sudah sampai ke bapak wali kota,” sambung Wasid.

Parahnya lagi, salah satu penyebab Anggota Dewan Kabupaten Pangkep itu diduga nekat menutup akses jalan di pintu belakang karena merasa risih mendengar keributan anak-anak santri di Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Makassar yang tengah menghafal alquran.

“Itu salah satunya. Sudah lama itu masalahnya. Anak-anak ngaji di belakang, katanya menganggu. Tapi sudah lama kejadianya yang masalah mengajinya. Cuma pas anak-anak santri diwawancarai sama orang polsek, ya disebut semua kejadiannya,” ungkap Wasid.

Wasid menyebut bahwa anggota dewan tersebut memang memiliki bangunan rumah di belakang Pondok Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad Makassar. Namun, ia belum dapat memastikan apakah anggota dewan itu memang tinggal di rumah tersebut selama ini.

“Di belakang itu rumahnya. Mengenai dia tinggal atau tidak. Saya tidak tahu karena saya baru ketemu itu anggota dewan nanti hari kejadian. Saya tidak pernah liat-liat orangnya. Tidak pernah ketemu, tidak pernah bertegur sapa. Tidak pernah. Baru kali itu saya ketemu,” ujar Wasid.

Akibat penutupan tersebut, katanya, anak-anak di Pondok Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad, Makassar sudah tidak dapat mengakses jalanan lebih cepat bila ingin berangkat ke masjid. Mereka hanya dapat melewati pintu depan pondok tahfizh jika ingin pergi ke masjid.

“Situasi sekarang kosong. Insyaallah besok baru kembali ke Makassar. Yang ditembok kan pintu belakang, anak-anak masih bisa lewat pintu depan. Jadi pintu belakang itu sebenarnya aksesnya santri yang kamarnya di pintu belakang. Kalau misalnya takut telat ke masjid, kamar bagian belakang itu lewat situ karena lebih dekat lagi ke masjidnya. Tapi karena sudah ditutup sama si anggota dewan, semuanya lewat depan,” katanya.

Senada dengan Wahid, Bhabinkamtibmas Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar Bripka Muh Rais mengemukakan bahwa sesuai dengan pengaduan Ketua RW termasuk dengan korban yang dipagari tersebut diketahui sebelum terjadi pembangunan tembok di Rumah Tahfizh Quran Nurul Jihad Makassar itu terdapat kejadian yang sudah dilaporkan ke polisi.

“Kejadinnya itu anak-anak ini biasanya kan di belakang rumah Tahfizh ini di jalanan yang di pagar itu menghafal Alquran. Merasa terganggu katanya dengan itu, kemudian anak-anak tahfizh ini entahkah dia olahraga, main bulutangkis dan menjemur pakaian di belakang. Kemudian merasa terganggu dan risih. Akhirnya waktu itu terjadi pengancaman yang dilakukan oknum ini mengejar anak-anak tahfizh menggunakan parang. Jadi masuk lagi ini anak-anak tahfizh di dalam rumah, bahkan sempat dirusak pintu rumah itu yang pintu belakang rumah tahfizh,” beber Rais.

Dari situ, beberapa hari kemudian anggota dewan Kabupaten Pangkep tersebut menembok akses jalan menggunakan tembok semen. Peristiwa terjadi pada Selasa 20 Juli 2021.

“Beberapa hari kemudian ternyata dia pagar. Sempat ditegur sama Ketua RW. Tapi tetap dia lanjutkan pagarnya sampai rampung, selesai. Saya waktu masih setengah itu, saya masih sempat datang dengan pada waktu pemotongan hari kurban hari Selasa. Itu sudah setengah temboknya, saya pikir sudah dihentikan,” terang Rais.

Dengan terjadinya penembokan tersebut, pemilik rumah yang telah menghibahkan rumahnya untuk digunakan sebagai rumah tahfizh merasa keberatan akibat akses jalanan itu ditutup.

“Ternyata tadi pagi saya ditelepon sama pak camat, pemilik rumah yang dia hibahkan untuk digunakan rumah tahfizh keberatan dengan ditutupnya pagar itu karena itu adalah fasilitas umum. Kasihan juga ini anak-anak tahfizh karena sering dia gunakan untuk hafal alquran. Pengertian warga sekitar bahwa dia risih dengan anak-anak menghafal di situ,” jelas Rais.

Rais menduga anggota dewan Kabupaten Pangkep tersebut kemungkinan nekat melakukan penembokan karena ingin memanfaatkan dan menguasai lahan jalanan fasilitas umum di lokasi itu.

“Rumahnya di situ, pas di sudut itu. Kalau saya lihat mungkin kemungkinan besar dia mau manfaatkan dan kuasai. Karena kalau buntu kan rumahnya di ujung. Berarti kan kalau tidak ada pintu akses dia kuasai sepenuhnya itu jalanan. Bahkan menurut Ketua RW dia pernah portal malah, sehingga warga lain tidak bisa gunakan akses itu. Entah mau parkir kendaraan atau apa. Padahal itu kan fasilitas umum,” katanya.

“Pak camat tadi sementara surati. Mungkin Pak Camat mau lihat semua legalitasnya, bukti kepemilikannya apakah betul jalanan itu masuk di sertifikatnya. Tapi kalau jalanan itu masuk di sertifikatnya tapi kok dia buat pagar tidak sekalian dia pagari itu jalanan. Kan dia bikin pagar dulu, artinya dia buat pagar terus mau kuasai jalanan di bawah pagarnya,” pungkas Rais.

sumber: suarasulsel.id

Artikel Terkait

Back to top button