#Ramadhan Berkah 1446 HMASAIL FIQHIYAH

Apakah Maksiat Membatalkan Puasa?

Bulan puasa merupakan bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Di bulan inilah manusia menyucikan hati dari noktah dosa. Di bulan ini pula manusia bisa menaiki tangga menuju takwa. Hanya saja manusia seringkali gagal untuk merengkuh pahala bulan Istimewa ini. Bahkan tidak jarang ada orang yang berpuasa tapi tetap melakukan perbuatan maksiat. Lantas apakah maksiat yang dilakukan bisa membatalkan puasa?

Puasa merupakan kewajiban yang mandiri dan memiliki ketentuan sendiri. Jika ketentuan-ketentuan itu telah terlaksana maka puasanya dianggap sah. Para ulama tidak menetapkan maksiat sebagai hal yang membatalkan puasa. Oleh karena itu puasanya tetap sah meski melakukan maksiat karena puasa dan maksiat merupakan dua hal yang berbeda.

Kalangan Syafi’iyah menganggap menjauhi perbuatan maksiat hukumnya sunnah muakkadah sebagaimana dikatakan oleh Syekh Zainuddin al Malibari dalam kitab Fathul Mu’in halaman 274 : “Termasuk hal yang sunnah muakkadah bagi orang yang berpuasa adalah menjaga lisan dari segala hal yang diharamkan semisal berbohong dan bergosip.”

Perlu diketahui bahwa kesunahan untuk tidak melakukan maksiat ini hanya dari aspek puasa. Sementara dari sisi yang lain tetap wajib meninggalkan perbuatan maksiat. Syekh Abu Bakar Syatha menjelaskan, “Seseorang yang sedang berpuasa dan tidak melakukan maksiat akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala wajib karena tidak melakukan perbuatan yang diharamkan dan pahala sunnah dari berpuasa itu sendiri.”

Dengan demikian orang yang berpuasa dan melakukan perbuatan maksiat, puasanya tetap dinilai sah. Dalam artian kewajiban puasanya sudah ditunaikan. Akan tetapi pahala dari puasanya tersebut terhapus lantaran melakukan maksiat.

“Pahala puasa seseorang terhapus sebab menyalahi perkara yang disunnahkan ditinggalkan (maksiat) Ketika dia berpuasa, sebagai tambahan atas dosa perbuatan maksiatnya.” (Syekh Abu Bakar Syatha).

Hal ini berlandaskan pada hadits Nabi Saw, ”Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, mengamalkannya, atau Tindakan sia-sia lain, Allah tidak butuh usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.” (HR Bukhari)

Nabi Saw juga bersabda, ”Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar, dan betapa banyak orang melakukan ibadah di malam hari, tapi hanya mendapatkan sekadar begadang.” (HR Ibnu Majah)

Mengomentari hadits di atas, Syekh Abu Bakar Syatha menandaskan bahwa yang dimaksud adalah kesempurnaan puasa bisa diperoleh dengan cara menjauhi perbuatan yang sia-sia dan perkataan yang diharamkan (termasuk maksiat), bukan hanya menjauhi hal-hal yang membatalkan puasa saja. []

Nuim Hidayat
Sumber : Imam Ghazali dan Syekh Izzuddin bin Abdussalam, Kitab Puasa, Turos, Jakarta, 2022

Artikel Terkait

Back to top button