NASIONAL

Babe Haikal Diperiksa Karena Mimpi, Anggota Komisi VIII: Kriminalisasi Ulama

Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf, angkat bicara terkait pemanggilan Polda Metro Jaya hari ini untuk pemeriksaan terhadap Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212, Haikal Hassan alias Babe Haikal, setelah sebelumnya batal.

Sebelumnya, Haikal Hassan dipolisikan karena dituduh menyebarkan berita bohong dan penodaan agama terkait pengalaman pribadinya mimpi bertemu Rasulullah Saw saat menyampaikan sambutan di prosesi pemakaman enam LAskar FPI yang wafat ditembak.

“Apa yang salah dengan mimpi bertemu Rasulullah? Itu adalah anugerah bagi muslim yang memperolehnya dan Nabi Muhammad pun telah menubuatkan hal tersebut,” ungkap Bukhori di Jakarta, Senin (28/12/2020).

Bukhori mengingatkan, dalam salah satu hadis, Nabi bersabda, “Barangsiapa yang melihatku (di dalam mimpi) maka apa yang ia lihat adalah benar karena syaitan tidak dapat menyerupai diriku,” (H.R. Bukhari).

Ketua DPP PKS ini justru menilai pelaporan Haikal Hassan sangat bermuatan politis karena posisinya sebagai ulama yang sejauh ini sangat kritis terhadap pemerintah Jokowi. Ia juga menganggap tindakan pelaporan tersebut sebagai upaya kriminalisasi tokoh agama.

“Laporan tersebut sangat janggal, bahkan terkesan mengada-ada,” kata dia.

Menurut alumni Universitas Islam Madinah ini, rezim saat ini mencoba menggunakan segala daya dan upaya untuk membungkam suara-suara kritis. Peraturan seperti UU ITE dieksploitasi sebagai alat untuk menjebloskan pikiran yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim sehingga tidak ada lagi orang yang berani menegur dan memberi nasihat pada kekuasaan.

“Penjara adalah tempat untuk pelaku kejahatan, bukan untuk yang berbeda pikiran,” tegasnya.

Lebih lanjut, Anggota yang pernah duduk di Komisi III ini meminta supaya Polda Metro Jaya bersikap profesional dan adil dalam mengusut kasus ini. Ia mendorong supaya lembaga di bawah pimpinan Idham Azis ini bisa lebih selektif dan proporsional dalam menerima laporan dari masyarakat, khususnya menyangkut aduan yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus melalui mekanisme hukum.

Menurut Bukhori, bangsa ini tidak boleh menjadi bangsa yang cengeng dimana setiap perbedaan pikiran diselesaikan dengan aduan dan laporan ke polisi. Jika tren ini dibiarkan, kita akan kehilangan kehangatan bercakap sebagai warga negara. Sebab, dibalik silang argumen yang kita rawat selalu terbuka ruang jerat pidana yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang lemah mental dan pikiran.

“Lalu, apakah kehidupan seperti ini yang diinginkan oleh bangsa kita? Apakah masih layak bangsa ini disebut sebagai bangsa yang demokratis? Dimana pengamalan sila ke-4 Pancasila?,” ungkapnya retoris.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button