Benarkah ada Tangan Amerika di Balik Pembebasan HRS?
Jakarta (SI Online) – Pembebasan bersyarat Imam Besar Habib Muhammad Rizieq Syihab (HRS) dinilai merupakan hasil dari campur tangan pemerintah Amerika Serikat dan adanya penyelenggaraan KTT G20 di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan dalam diskusi webinar bertajuk “Pembebasan HRS dan Masa Depan Keadilan Indonesia” yang diselenggarakan Narasi Institut, Jumat (22/7/2022) lalu di Jakarta.
Syahganda mengatakan pembebasan HRS tak lepas dari tekanan pemerintah Amerika Serikat terhadap pemerintah Indonesia.
Syahganda menuturkan, muasalnya adalah adanya rilis HAM yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat awal tahun ini. Dalam rilis HAM itu meliputi kasus HRS selaku pemimpin besar umat Islam sekaligus pemimpin politik untuk umat Islam.
“Jadi, HRS dikeluarkan guna merespon rilis Kementerian Luar Negeri AS atas persoalan HAM dan juga sangkut paut terhadap kasus penembakan laskar FPI di KM 50,” jelas Syahganda.
Menurutnya, Indonesia dalam konteks dikeluarkannya HRS memang membutuhkan dukungan Amerika dan Barat terkait bantuan pinjaman untuk melaksanakan pembangunan. Khususnya bantuan dari Amerika dan barat serta lembagai multi lateral sangat terkait dengan urusan HAM.
“Di mana defisit anggaran pembangunan ke depan harus bisa dipastikan diperoleh melalui pinjaman bilateral ataupun multilateral, bukan lagi intervensi Bank Indonesia,” tambahnya.
Bagi Syahganda sendiri, kebutuhan pinjaman untuk APBN nyata tak bisa dipenuhi dengan mengandalkan pengahasilan pajak yang hanya 9 persen dari PDB.
Terkait soal pelanggaran HAM ini juga harus selesai sebelum diselenggarakannya acara G-20, di mana pimpinan berbagai negara akan datang ke Indonesia.
Tentu pemerintah Indonesia akan sangat malu dengan pelanggaran HAM, seperti pemenjaraan HRS, bila melakukan hajatan internasional. Syahganda juga meminta agar Jokowi melakukan rekonsiliasi nasional dalam rangka bahu-membahu membangun Indonesia di tengah situasi krisis saat ini.
Namun demikian Syahganda menyarankan Jokowi menunjukkan sikap menghormati HRS lebih dulu.