OPINI

Catat Ya! Presiden Jokowi Tegaskan Tidak Akan Lockdown

Peluang jatuh lebih besar

Mereka barangkali lupa. Tanpa lockdown, peluang pemerintah jatuh malah jauh lebih besar.

Tanpa lockdown, atau apapun namanya berupa pembatasan yang ketat, sektor ekonomi juga sudah hancur-hancuran.

Melihat penanganan pemerintah yang sangat lambat dan cenderung menganggap enteng, sudah terjadi public distrust yang sangat luas. Bukan hanya dari kalangan domestik, tapi juga dari komunitas internasional.

Rupiah terjun bebas. IHSG runtuh. Dana-dana investor luar negeri terbang menjauh. Masyarakat yang punya duit, kabur ke Singapura. Banyak juga yang memilih negara-negara yang relatif aman, seperti Rusia.

Sebagian masyarakat sudah mengambil inisiatif mengurung diri di rumah. Kegiatan ekonomi, di luar kebutuhan rumah tangga sudah mandek.

Tinggal para pekerja harian yang terpaksa nekad, mempertaruhkan nyawa.

Jangan kaget kalau kita masih melihat banyak yang berdesak-desakan di kereta komuter, kendaraan umum dll.

Mereka tidak makan bila tidak bekerja. Keluarga mati kelaparan.

Andai saja. Sekali lagi andai saja pemerintah berani menjamin kehidupan mereka yang isolasi di rumah. Mereka akan dengan senang hati berdiam diri di rumah. Bercengkerama dengan keluarga, tanpa memikirkan hari ini akan makan apa?

Pemerintah bisa meniru langkah Pemprov DKI. Disiapkan tunjangan untuk 1.1 juta orang pekerja informal agar kelangsungan hidup mereka terjamin.

Syaratnya pemerintah berani dan mau menunda proyek-proyek mercusuar. Termasuk rencana membangun ibukota baru. Pangkas anggaran-anggaran lain, alihkan untuk menjamin kehidupan rakyat.

Langkah tersebut jelas akan membebani angaran pemerintah. Tapi signal yang ditangkap publik akan sangat positif. Membangun kepercayaan publik yang sangat besar.

Pejabat pemerintah juga harus menunjukkan, mereka bersedia hidup prihatin. Menderita bersama rakyat.

Rakyat akan bersama dan mendukung pemerintah. Sebab mereka selalu hadir ketika dibutuhkan.

Tanpa lockdown, pembatasan yang ketat, risiko penularan akan meningkat dengan sangat cepat. Sudah dipastikan fasilitas rumah sakit dan tenaga medis kita akan kewalahan. Virus akan kian merajela. Korban terus berjatuhan.

Di media sosial beredar gambar dan pesan, banyak rumah sakit terpaksa memanfaatkan kantong sampah plastik untuk alat pelindung diri (APD) tenaga medis. Termasuk rumah sakit yang menjadi rujukan nasional. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Harga nyawa mereka sama dengan sampah?

Gambar dan pesan itu benar belum terkonfirmasi. Humas RSCM tidak membantah, tapi menolak menjawab.

Yang sudah pasti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengkonfirmasi banyaknya tenaga medis yang tertular virus dan meninggal dunia karena kekurangan APD.

Setiap hari kita membaca pesan dan berita meninggalnya petugas medis. Beberapa diantaranya dokter spesialis dan guru besar.

Betapa menyedihkan. Hati kita seperti disayat sembilu. Air mata mengalir deras tak bisa dibendung. Bangsa ini kehilangan putra-putri terbaiknya. Berjuang di medan tempur terdepan, namun tidak dilengkapi APD yang layak.

Agak susah kita menghindari menggunakan kosa kota mereka “mati konyol” karena kelalaian pemerintah.

Kita hanya bisa mendoakan mereka mati syahid, mendapat imbalan surga yang indah.

Sampai kapan hal ini dibiarkan terus berlanjut. Apakah rakyat masih boleh berharap dengan kebijakan pemerintah seperti itu.

Mengutip pernyataan Ketua Satgas Penanganan Covis-19 IDI Prof dr Zoebairi Djoerban “Kalau tidak mau lockdown, pemerintah jangan bikin kebijakan yang ngawur.” end

Hersubeno Arief

sumber: Facebook Hersubeno Arief

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button