SUARA PEMBACA

Data Kasus Kematian Dihapuskan, Hati-Hati COVID-19 Makin Menjadi-jadi

Pembahasan COVID-19 tiada habisnya. Mulai dari penularannya yang semakin tak terkendali, pro dan kontra pembatasan kegiatan masyarakat, keterbatasan fasilitas kesehatan, hingga kematian pasien bahkan gugurnya tenaga kesehatan. Bahkan angka kasunya semakin naik, dan angka kematian pun juga masih tinggi.

Kondisi ini diperparah dengan kebijakan-kebijakan yang menimbulkan banyak tanya di kepala.

Baru-baru ini beredar kabar jika penghitungan kasus kematian akibat COVID-19 akan dihapuskan. Tentu hal ini menyisahkan tanda tanya besar, ada apa gerangan? Apa maksud dihapuskannya kasus kematian akibat COVID-19 yang justru dilakukan di tengah semakin tinggi angka kematian akibat virus ini?

Bukankah akan menjadi sebuah evaluasi besar jika angka kasus kematian semakin tinggi? Bukankah untuk kebaikan kita bersama? Demi menuntaskan pandemi yang semakin tak terlihat ujungnya. Semakin hari semakin mengkhawatirkan. Semakin hari semakin banyak jiwa-jiwa bertumbangan.

Dilansir dari bbc.com (12/08/2021) mengabarkan bahwa keputusan pemerintah pusat menghapus data kematian akibat Covid-19 sebagai indikator mengevaluasi pembatasan sosial dianggap tidak sesuai kaidah pengendalian pandemi dan bisa berakibat fatal.

Tentu hal ini bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, dalam tujuh hari terakhir, jumlah kematian akibat Covid-19 di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, mencapai 12.054 kematian atau selisih 5.363 kematian dari Brasil yang ada di peringkat kedua. Ditambah lagi lembaga pemantau independen bahkan menyebut selama ini terdapat selisih 19.000 kematian antara data pemerintah daerah dan pusat.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan bahwa keputusan yang tidak sesuai kaidah akademis itu menurutnya bisa membuat pandemi di Indonesia tidak kunjung selesai karena kebijakan pengendalian Covid-19 didasarkan pada data yang salah (bbc.com, 12/08/2021).

LaporCovid-19 juga menilai bahwa angka kematian yang tercatat saat ini masih belum mencerminkan seutuhnya kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Hal ini dikarenakan data kematian yang selama ini dipublikasikan pemerintah belum mencakup kematian warga dengan status probable (CNN Indonesia, 11/08/2021).

Jika demikian adanya, bukan mustahil angka kematian akan terus naik dikarenakan penanganan pandemi belum maksimal karena data yang harusnya sebagai bahan evaluasi/perbaikan penanganan COVID-19 dihilangkan.

Padahal pemimpin memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah Saw bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Nabi Muhammad Saw bersabda: ”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).

Lalu bagaimana nanti pertanggungjawaban atas nyawa-nyawa yang berguguran?

Mari bersama sama untuk tuntaskan pandemi. Bukan dengan penghapusan data melainkan bagaimana dengan data yang ada, penanganan pandemi ini bisa diperbaiki bersama-sama.

Eriga Agustiningsasi, S.KM., Penyuluh Kesehatan, Freelance Writer.

Artikel Terkait

Back to top button