SUARA PEMBACA

Deislamisasi di Balik Jargon Perang Melawan Radikalisme

Radikalisme bisa saja dijatuhkan kepada siapa saja yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah. Sehingga siapa saja yang tidak pro rezim maka akan dikatakan radikalisme. Misalnya ormas yang paling getol menyuarakan khilafah ajaran Islam adalah ormas HTI hingga akhirya berujung dengan dicabutnya BHP. Hanya karena tidak sejalan dengan pemerintah. Parahnya orang-orang memperjuangkan dakwah khilafah dan siapun yang ingin bergabung untuk ikut dalam organisasi ini untuk mendakwahkan khilafah ajaran Islam dikatakan telah terpapar radikalisme.

Maka praktis, istilah radikalisme dipakai sebagai alat untuk menghilangkan Islam secara kaffah dalam diri umat. Orang-orang yang peduli pada agamanya, sehingga tidak cukup pada ranah individu saja tetapi mereka ingin diterapkan dalam kehidupan dianggap radikal. Inilah upaya rezim untuk mengdeIslamisasikan khilafah ajaran Islam dari umat yang telah nyata pro komunisme dan L96T dari benak umat bahwa Islam adalah Ideologi yang memancarkan sistem peraturan.

Dan inilah yang tidak dikehendaki oleh rezim saat ini. Apabila ideologi Islam mengatur kehidupan maka tampuk kekuasaannya akan ludes berakhir. Karenanya dengan berbagai cara akan dilakukan untuk menghalangi siapa saja yang akan menjatuhkan kekuasaannya. Maka salah satu cara yang digunakan rezim adalah dengan narasi “radikalisme”. Dibalik narasi radikalisme inilah dibentuklah opini seakan-kan orang-orang yang mempelajari Islam kaffah adalah biang radikalisme.

Mereka menginginkan umat Islam agar tidak boleh mengambil Islam secara menyeluruh untuk diterapkan dalam kehidupan (Islam politik) mengurusi urusan umat, tapi cukup dengan berIslam secara individu.

Kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan. Bukan saja mengatur ibadah ritual tetapi juga mengatur interaksi sesama manusia termasuk didalamnya aktivitas politik Islam. Karena Islam disebut juga sebagai ideologi. Karena mampu memecahkan seluruh persoalan yang dialami oleh manusia.

Oleh karena itu menguatkan pemahaman khilafah adalah ajaran Islam sebagai konsekuensi pengambilan Islam sebagai ideologi. Dalam negara Islam, negara tidak akan membiarkan rakyatnya terjangkiti dengan ideologi-ideologi (semisal Marxisme, komunisme, dan kapitalisme) buatan barat karena akan merusak akidah dan pemahaman umat.

Namun Islam tetap memberikan ruang kepada intelek kampus untuk mengenal dan mempelajari ideologi-ideologi selain Islam untuk menjelaskan kesesatan dan kesalahan ideologi ini. Tetapi tidak untuk diadopsi dan diterapkan dalam kehidupan. Itupun hanya diperbolehkan untuk kalangan mahasiswa saja, sedangkan di bangku madrasah awal dan menengah negara tidak memperbolehkan untuk mempelajarinya karena dikawatirkan akan membayakan akidah umat.

Itulah negara Islam yang menjaga akidah umat dari virus-virus yang membayakan pemahaman umat. Alhasil terapkan Islam sebagai ideologi yang darinya akan memancarkan sistem peraturan sehingga seluruh problem manusia dapat diselesaikan dengan aturan Islam. Allahu Akbar. Wallahu a’lam bisshawwab.

Sumarni
(Anggota Komunitas Menulis untuk Peradaban)

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button