NASIONAL

Empat Alasan Dunia Internasional Harus Hormati Pengembalian Status Hagia Sophia sebagai Masjid

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengungkapkan, setidaknya empat alasan kenapa dunia internasional wajib menghormati pengembalian status Hagia Sophia menjadi masjid.

Alasan pertama, keputusan perubahan status Hagia Sophia lahir dari sebuah proses hukum yang konstitusional.

Konversi status Hagia Sophia merupakan hasil dari putusan Dewan Negara atas tuntutan yang diajukan oleh Asosiasi Artefak Sejarah dan Lingkungan di Turki, yang meminta pembatalan keputusan Dewan Kabinet 1934 atas status museum Hagia Sophia yang dinilai ilegal.

Baca juga: Hagia Sophia Jadi Masjid, Fadli Zon: Hormati Kedaulatan Turki

Sehingga, dengan adanya putusan pengadilan tinggi tersebut, maka tindakan yang diambil oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid, sesuai dengan hukum Turki.

“Ini wajib dihormati oleh semua pihak, termasuk oleh komunitas internasional,”ungkap Fadli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis 16 Juli 2020.

Alasan kedua, kata Fadli, sebagai negara berdaulat, Turki memiliki hak untuk mengatur urusan yang berada di dalam yurisdiksi domestiknya. Dalam hal ini, persoalan status Hagia Sophia adalah murni urusan domestik pemerintah dan masyarakat Turki. Sehingga secara politik, Turki, sebagaimana negara berdaulat lainnya, memiliki hak penuh untuk mengatur dan menentukan urusan domestiknya tanpa campur tangan negara lain.

Apalagi, kata Anggota Komisi I DPR itu, hukum internasional sangat menjunjung tinggi prinsip non-intervensi, sebagaimana tertuang di dalam pasal 2, 42, dan 51 Piagam PBB. Prinsip non-intervensi yang ada di dalam Piagam PBB diperkuat lagi dengan adanya deklarasi tahun 1970 (resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) tahun 1970). Melalui instrumen tersebut dapat dilihat bahwa tiap bentuk intervensi yang merugikan negara yang diintervensi adalah suatu pelanggaran hukum internasional.

Ketiga, kecaman sejumlah pihak yang memandang perubahan status ini sebagai sebuah tindakan provokasi, tentu bukanlah pandangan tepat. Meskipun Hagia Sophia terdaftar statusnya sebagai Situs Warisan Dunia, namun kewenangan penentuan status fungsi dan peruntukannya sepenuhnya berada di tangan Turki sebagai negara berdaulat penuh atas Hagia Sophia.

Menurut Fadli, persoalan UNESCO yang menilai tidak adanya komunikasi awal terhadap perubahan status tersebut, merupakan isu terpisah. Dan itu menjadi kewenangan UNESCO untuk meninjau kembali apakah status Sophia sebagai situs warisan dunia masih dapat diteruskan atau tidak.

“Kita tahu, sejak 1985 Hagia Sophia memang telah diakui sebagai salah satu dari situs Warisan Dunia UNESCO yang disebut “Area Bersejarah Istanbul”, yang mencakup bangunan dan situs-situs bersejarah utama di kota itu,” kata Ketua BKSAP DPR itu.

Alasan keempat, sebagai bagian dari komunitas internasional, Turki telah memberi ruang moderasi bagi golongan lain dengan tetap membuka Hagia Sophia bagi semua pengunjung, artinya terbuka bagi berbagai golongan dan agama.

“Saya kira, itu adalah bentuk penghormatan Turki kepada sejarah dan komunitas internasional,” pungkasnya.

Red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button