Fraksi PKS: Pancasila Yes, Komunisme No!
Tapi, kata dia, karena ada elemen bangsa yang keberatan dengan rumusan Pancasila Piagam Jakarta tersebut, khususnya Sila Pertama dan karena kebesaran hati para ulama, maka di sidang PPKI, tujuh kata dalam Sila Pertama yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” diubah.
“Barulah pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD tahun 1945, seperti yang ada sekarang ini,” jelas Mulyanto.
Tiga bulan setelah itu muncul pemberontakan PKI yang tidak puas dengan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Karena itu, menurut Mulyanto, dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yang sedang dibahas DPR RI, perlu memasukkan Tap MPRS No. 25/1966 tentang larangan penyebaran paham Komunisme dalam konsideran, sebagai penegasan Pancasila menolak ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Selain itu Mulyanto minta pasal-pasal terkait “Trisila”, “Ekasila” dan “Ketuhanan yang berkebudayaan” dalam RUU HIP dihapus serta mengembalikan makna Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Anggota DPR dari Dapil Banten III ini mengingatkan, jika Pancasila diperas menjadi Trisila dan Ekasila lagi maka itu sama saja mundur ke 1 Juni 1945. Hal itu malah terkesan tidak menghargai perjuangan Bung Karno sebagai Ketua Panitia Sembilan pada sidang BPUPKI tanggal 22 Juni 1945, yang dengan pilu dan sangat memelas kepada peserta sidang untuk menerima Pancasila Piagam Jakarta.
“Selain itu juga tidak menghormati kebesaran hati para ulama yang berlapang dada menghapus tujuh kata dalam Sila Pertama Pancasil pada 18 Agustus 1945,” pungkas Anggota Badan Legislasi DPR RI ini.
red: farah abdillah