Gus Yahya Klaim NU Tak Pernah Minta dan Rebut Jabatan
Jakarta (SI Online)- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengeklaim bila ormas yang kini dipimpinnya itu tidak pernah meminta ataupun merebut jabatan.
Gus Yahya, sapaan karib Yahya Cholil Staquf, memastikan PBNU akan selalu istiqamah memperjuangkan kepentingan agama, bangsa, dan dunia yang bukan sekadar kepentingan organisasi maupun kepentingan perorangan.
“NU dari dulu tidak pernah minta. Dari dulu kiai kita tidak pernah menyodor-nyodorkan untuk merebut jabatan,” kata Gus Yahya saat membuka Rapat Kerja Nasional Lembaga Kesehatan NU di Semarang, Jumat (11/08/2023).
Gus Yahya mengeklaim, sejak awal kemerdekaan, NU tidak pernah mementingkan golongan dan keluarga. Ia pun mengatakan NU selalu mementingkan bangsa dan negara, seperti di detik-detik kemerdekaan.
“Dulu itu menjelang kemerdekaan RI, di tengah intensnya pergulatan persiapan kemerdekaan dengan PPKI dan BPUPK, di mana di situ KH Wahid Hasyim (ayah Gus Dur) putra Hadratusyekh KH Hasyim Asyari menjadi salah seorang tokoh utama panitia sembilan,” ucapnya.
Gus Yahya juga menceritakan, ketika itu terdapat seorang perwira Jepang bernama Naobuharo Ono yang merupakan seorang Muslim.
“Dia ini bertanya pada Hadratusyekh, ‘Kiai kalau nanti Indonesia sudah merdeka betul, siapa menurut Kiai yang pantas memimpin negara yang baru lahir ini?’,” cerita Gus Yahya.
“Kiai Hasyim dengan tanpa ragu-ragu menjawab ‘Insinyur Soekarno’. Padahal, putranya sendiri ini (KH Wahid Yasyim) tokoh utama. Kenapa ndak disebut? Ya, kalau bisa Wahid Hasyim. Beliau dengan tanpa ragu menyebut Insinyur Soekarno,” sambung dia.
Menurut Gus Yahya, ketegasan Kiai Hasyim itu adalah murni karena ia melihat yang terbaik untuk memimpin Indonesia pada waktu itu adalah Insinyur Soekarno (Bung Karno, red).
“Maka, NU harus selalu berpikir tentang apa yang terbaik di bangsa dan negara ini, bukan untuk NU sendiri. Kita tidak peduli dari mana asalnya, yang penting yang terbaik untuk bangsa dan negara,” tutur Gus Yahya. []
red: a.syakira
sumber: ANTARA