NUIM HIDAYAT

Insan Kamil: Bedah Pemikiran Mohammad Iqbal

Sebuah buku menarik berjudul “Insan Kamil”, saya baca kembali. Buku ini disunting oleh M Dawam Rahardjo. Dalam buku ini banyak dikutip pemikiran Mohammad Iqbal, cendekiawan dari Pakistan. Khususnya tentang ‘khudi’ (kedirian/individualitas).

Filsafat Iqbal tentang khudi ini terutama ia paparkan dalam kumpulan sajaknya yang berbentuk ‘matsnawi’ dengan judul “Asrar-I khudi” (Rahasia Diri). Dalam kumpulan sajaknya itu Iqbal secara sistematis berusaha mengungkapkan gagaatisan tentang khudi. Menurut Iqbal, khudi merupakan suatu kesatuan yang nyata, dan benar-benar mempunyai arti yang merupakan pusat dan landasan keseluruhan organisasi kehidupan manusia. (Lihat DJ Effendi, dalam Dawam Rahardjo, Insan Kamil, hlm 17)

Iqbal berpendirian, semua organisasi hidup berjuang untuk mencapai tingkatan individualitas yang lebih kompleks dan lebih sempurna. Pada manusia gejolak kreatif ini telah memperlihatkan keunggulannya dengan gilang gemilang dan memungkinkannya mengembangkan segala daya dan kemampuan yang telah membuka kemungkinan untuk mengembangkan kebebasan yang tidak terbatas.

Dalam sajaknya Iqbal menulis:

Segalanya penuh luapan untuk menyatakan diri
Tiap dzarrah merupakan tunas keagungan
Hidup tanpa gejolak menuju kematian
Dengan menyempurnakan diri
Insan mengarahkan pandang kepada Tuhan
Kekuatan khudi mengubah biji sawi setinggi gunung
Kelemahannya mengubah gunung menjadi biji sawi
Engkaulah cuma realitas di alam semesta
Selain kau maya belaka

Dalam “Asrar-I Khudi”, Iqbal menggambarkan makna proses evolusi menuju pencapaian tingkat individualitas yang lebih kaya. Dikatakannya bahwa kehidupan alam semesta berkembang dari kekuatan khudi. Karena itu kehidupan mestilah diukur dari kekuatan ini. Bila setetes air meresapi ajaran khudi, wujudnya yang tidak bernilai itu akan menjelma menjadi permata berharga. Iqbal menulis:

Lantaran kehidupan alam semesta lahir dari kekuatan khudi
Kehidupan ini diukur dari kekuatan ini
Bila setetes air menyimak makna khudi
Wujudnya yang tak berharga menjelma menjadi mutiara
Namun seperti rerumputan menemukan sarana pertumbuhan dalam dirinya sendiri
Cita-citanya kan membelah dada taman sari
Karena bumi teguh berdiri atas kekuatan sendiri
Sang rembulan mengitarinya senantiasa
Kekuatan mentari yang lebih besar tinimbang bumi
Membuat bumi sasaran mata sang Mentari
Bila kehidupan menghimpun kekuatan dari khudi
Sungai kehidupan akan meluas menjadi samudera lepas

Sudah menjadi suratan nasib, demikian kata Iqbal, manusia ikut ambil bagian dengan cita-cita yang lebih tinggi dari alam sekitarnya dan turut menantikan nasibnya sendiri seperti juga terhadap alam, sekali menyiapkan diri untuk menghadapi kekuatan-kekuatan alam. Lain kali mengerahkan segenap kekuatannya untuk dapat mempergunakan kekuatan-kekuatan itu demi keperluannya sendiri. Dan dalam perubahan yang begitu cepat Tuhan pun bertindak sebagai kawan sekerja dengannya, asalkan manusialah yang mengambi prakarsa.

“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga kaum itu mengubah nasib mereka sendiri.” (QS ar Ra’d 11).

Kata Iqbal, kalau manusia tidak mengambil prakarsa, kalau manusia tidak bersedia mengembangkan kekayaan batinnya, kalau manusia berhenti merasakan gejolak batin hidup yang lebih tinggi, ruh yang ada dalam dirinya akan mengeras menjadi batu, dan dia merosot turun ke tingkat benda mati.

Iqbal percaya bahwa gagasan semata-mata tidaklah memberikan momentum pada gerak maju manusia. Perbuatanlah yang membentuk esensi dan bobot kehidupan manusia. Al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan perbuatan daripada gagasan.

Dalam “Asrar-I Khudi”, Iqbal menyebutkan ciri-ciri khusus tentang pikiran (mind), pemikiran (thought) dan watak (character) yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan khudi. Kualitas-kualitas yang menciptakan dan memperkukuh khudi adalah iysq, faqr, keberanian dan kreativitas.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button