SUARA PEMBACA

Isu Radikal-Terorisme Mejeng Kembali, Kemana Arahnya?

Perempuan berinisial SE yang mencoba menerobos ke Istana Negara dan menodongkan pistol ke arah petugas telah ditetapkan sebagai tersangka, demikian dilansir laman BBC.com. Diberitakan pula, jika perempuan tersebut diduga memiliki hubungan dengan jaringan terorisme dan radikalisme.

Namun demikian terdapat banyak kejanggalan dari aksi dan pemberitaan tersebut. Sebab seolah dilakukan dengan aksi nekad tanpa memperhitungkan segala risiko. Tentu saja hal demikian akan berakhir pada kesimpulan beragam, yaitu bisa jadi perempuan tersebut mengalami stress sehingga melakukan aksi nekad, atau bisa jadi aksi perempuan tersebut hanyalah sebuah aksi settingan untuk mengriminalisasi simbol-simbol Islam berupa cadar dan kerudung dengan mengkaitkannya dengan kata terorisme. Wallahu a’lam, hanya Allah SWT saja yang tahu kebenarannya.

Sebab manusia hanya bisa menilai dari fakta yang terjadi, yaitu bahwa biasanya menjelang perayaan pesta demokrasi, maka simbol-simbol Islam akan mengalami kriminalisasi. Disebut dan dikaitkan dengan kata terorisme.

Padahal Islam sendiri menolak aksi terorisme dan tidak pernah mengajarkan terorisme. Sebab melakukan aksi terorisme dalam arti menyebabkan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai tujuan tertentu, tidak pernah diajarkan oleh Islam.

Islam adalah agama yang damai dan terukur. Mengajarkan hal-hal yang baik berdasarkan petunjuk dari Allah SWT dan Rasul-Nya, dalam mencapai satu tujuan tertentu yang mulia. Karena itu Islam pun telah mengajarkan jika jalan yang harus ditempuh adalah jalan yang benar dan dihalalkan oleh Allah SWT. Maka melakukan aksi terorisme adalah tertolak dalam Islam. Lalu kenapa aksi terorisme selalu dikaitkan dengan Islam?

Maka sungguh kita harus melihat, sejarah timbulnya kata terorisme ini dalam opini publik yang sangat masif. Yaitu, dimulai ketika terjadi peristiwa penghancuran menara kembar WTC pada September 2001, yang dikaitkan dengan kelompok Al-Qaeda di bawah pimpinan Osamah bin Laden, maka sejak peristiwa tersebut, Islam dilabeli sebagai teroris dan mengajarkan terorisme. Dan hal demikian adalah fitnah yang sangat keji terhadap ajaran Islam, dan merupakan makar terhadap Islam.

Saat itu Presiden Amerika Serikat George W Bush memberikan pilihan kepada para pemimpin negara lain, terutama negara-negara satelitnya,, agar memilih dan menentukan keberpihakannya, apakah akan bersama teroris (Islam) atau bersama Amerika. Dan dikenal dengan Istilah “stick and carrot” yang menjadi cikal bakal timbulnya agenda “war on terrorism”.

Maka dari sini bisa kita pahami, bahwa agenda dunia yang dimotori oleh negara besar, hingga hari ini, terutama saat menjelang pesta demokrasi adalah “war on terrorism”, yang sebetulnya kurang begitu laku dipasaran. Sebab agenda “war on terrorism”, terlalu kentara dalam mendeskreditkan Islam, simbol-simbolnya dan ajarannya.

Maka terlihat jelas adanya keterpaksaan untuk mengaitkan antara kejadian perempuan bercadar yang melakukan aksi terorisme dengan upaya untuk menggiring opini publik, agar masyarakat menolak simbol-simbol Islam dan upaya penerapannya sebab adanya upaya mengaitkannya dengan terorisme.

Sehingga diharapkan pesta demokrasi yang akan digelar adalah pesta yang tidak menampakan nilai-nilai keislaman dan simbol-simbolnya, apalagi hingga menuntut penerapan syariat Islam kaffah.

Alhasil, masyarakat digiring untuk menolak opini penerapan syariat Islam kaffah secara legal formal yang mungkin diusung oleh para bakal calon pemimpin bangsa yang baru.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button