MUHASABAH

Kain Kafan untuk Para Pembisu Kezaliman

Keadilan saat ini menjadi barang mahal. Sementara mereka yang berbuat zalim malah diapresiasi dan bangga menampakkannya di muka umum. Hukum hanya berpihak pada yang kuat namun tidak mengayomi mereka yang lemah. Harta milik umat dijarah. Sementara umat justru harus merasakan kesempitan hidup akibat sulitnya pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Inilah yang terjadi saat hukum Allah ditinggalkan. Luasnya bumi dan melimpahnya rezeki Allah tak mampu dirasakan. Kezaliman telah membuahkan nestapa demi nestapa bagi umat manusia.

”Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20]: 124)

Larangan Berdiam Diri dari Melihat Kezaliman

Dalam sebuah hadits, diceritakan, dari Abu Sa’id al-Khudriy Ra., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”

Hadits tersebut memberikan gambaran bagaimana Allah telah mewajibkan kepada umat muslim untuk senantiasa melakukan amar ma’ruf nahiy mungkar. Aktifitas ini tidak boleh ditinggalkan kecuali kaum muslim ingin mendapatkan azab dari Allah.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, hendaknya kalian beramar ma’ruf ‎dan nahi munkar atau jika tidak ‎niscaya Allâh akan mengirimkan siksa-Nya dari ‎sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon kepada-Nya ‎namun do’a ‎kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad, al-Baihaqi)‎ ‎

Untuk itu, seorang muslim tidak diperbolehkan hanya berdiam diri saat melihat begitu banyak kezaliman yang terjadi di hadapannya. Apalagi bila kezaliman itu menimpa saudaranya atau pada agamanya. Sebab kaum muslimin itu ibarat satu tubuh. Ibaratnya saat satu bagian tubuh sakit maka bagian yang lain turut merasakan.

Begitu pula saat agamanya dihina atau dilecehkan, maka harus ada ghirah yang muncul untuk membelanya. Sebab Allah dan RasulNya jelas lebih utama untuk dicintai dibandingkan apapun di dunia. Karenanya, membela agama berarti membela kehormatannya sendiri. Bahkan dalam hadits dari Abu Said Al Khudry di atas menyebutkan bahwa wajib mencegah terjadinya kemungkaran meski hanya dalam hatinya.

Ulama karismatik Buya Hamka pernah berkata, “Jika ghirah telah hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan tiga lapis. Sebab kehilangan ghirah sama dengan mati.”

Ya, bila ghirah dalam diri membisu bahkan membeku saat menyaksikan kezaliman-kezaliman yang terus terjadi, maka kain kafanlah pakaian yang cocok untuk dikenakan, karena sejatinya ia tak ubahnya seperti mayat hidup. Saat itu tinggallah menunggu azab yang pasti akan diturunkanNya dan menimpa siapa saja di muka bumi. Wallahu’alam bisshawab.

Dwi Indah Lestari, S.TP
(Pegiat Literasi)

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button