OPINI

Kejahatan Menunggangi Hukum

Ketua KPK Firli Bahuri mendesak satuan tugas tim penyelidik KPK untuk segera menetapkan status tersangka kepada Anies Baswedan padahal bukti-bukti pemeriksaan tidaklah cukup. Desakan ini merupakan perbuatan yang memalukan dan memprihatinkan. Firli menginjak-injak hukum dan menjadikan hukum sebagai alat kepentingan politik. Firli Bahuri telah melakukan sebuah kejahatan.

Pakar hukum Romli Atma Sasmita menolak untuk menjadi saksi ahli dalam kasus dugaan penyimpangan proyek Formula-E Anies Baswedan. Ia menyatakan bahwa Anies tidak dapat dipidana karena jikapun ada kesalahan maka kesalahan tersebut hanya bersifat administratif bukan pidana.

Konon yang siap menjadi saksi ahli untuk memenuhi kemauan Firli Bahuri adalah Prof. Agus Surono dari Universitas Al Azhar Indonesia. Prof Agus ini yang dahulu berdebat sengit dengan Habib Rizieq Syihab di persidangan karena sebagai Saksi Ahli JPU ia dinilai memaksakan agar HRS dinyatakan melakukan pelanggaran hukum dalam kasus kerumunan di Petamburan.

Anggota Satgas penyelidik KPK bersikukuh tidak mau meningkatkan ke penyidikan apalagi menetapkan status tersangka pada Gubernur DKI tersebut. Ngototnya Ketua KPK mengesankan ada kepentingan besar di belakang operasi ini.

Berita Koran Tempo yang menguak kerja Firli Bahuri ini nampaknya nyambung dengan sinyalemen SBY soal rekayasa Istana untuk dua pasang Capres/Cawapres. Sementara kader Partai Demokrat Andi Arief mempertegas dengan pernyataan akan dipenjarakannya kandidat potensial Anies Baswedan.

Firli membela diri bahwa kerja KPK adalah penegakan hukum dan bila tidak benar secara hukum dapat dilakukan berbagai upaya. Dengan bahasa klise Firli menyebut yang menetapkan bersalah atau tidak adalah Pengadilan. Dikira publik mudah dibodohi. Penjegalan Anies itu dimulai dari proses penyelidikan dan penyidikan bukan semata di ruang Pengadilan. Kriminalisasi KPK merupakan cara jahat untuk melakukan pembunuhan karakter.

Publik telah dapat menilai bahwa rezim Jokowi adalah rezim para penjahat. Menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. Rezim yang diskriminatif dan mampu mencengkeram seluruh elemen penegakan hukum. Terbongkarnya Satgassus buatan Tito dan dipimpin Sambo adalah fenomena mengerikan.

Apa yang dilakukan Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Drs Firli Bahuri, M.Si adalah bukti adanya kejahatan yang menunggangi hukum. Ketidakmampuan untuk menemukan kader PDIP Harun Masiku adalah bentuk kepura-puraan hukum. Sementara tumpulnya hukum untuk menyeret Puan dan Ganjar yang diduga menerima suap dalam kasus E-KTP merupakan permainan dari sebuah sindikat hukum.

Firli Bahuri sudah saatnya diberi sanksi. Sangat berbahaya jika pimpinan KPK menjadikan lembaga sebagai alat sandera, penjerat atau penghukum lawan-lawan politik. Penegak hukum berubah wajah menjadi pembengkok hukum.

Alih-alih mampu untuk memberantas korupsi justru KPK mencari untung dari kasus yang dicari-cari celah yang dapat didalihkan sebagai perbuatan korupsi. Firli mengubah KPK menjadi Komisi Pesanan Kekuasaan, Komisi Pengolah Kasus atau Komisi Pemburu Komisi.

Hidup eh matilah Kapeka!

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 3 Oktober 2022

Artikel Terkait

Back to top button