HALALMASAIL FIQHIYAH

Kepiting Halal

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Dr. Sulistiono dalam makalah “Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylllaspp)” dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H/15 Juni 2002M, menyimpulkan bahwa di alam ini terdapat 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi komoditas, yakni: Scylla Serrata, Scylla Tranquebarrica, Scylla Olivacea, dan Scylla Pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut dengan “kepiting”.

Selanjutnya disimpulkan juga bahwa (1) Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan: bernafas dengan insang, berhabitat di air dan tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari air. (2) Kepiting (termasuk keempat jenis di atas) hanya ada yang : hidup di air tawar saja, hidup di air laut saja, dan hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam (laut dan darat).

Berdasarkan firman Allah Swt: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al Maidah [05]: 96)

Dan hadits Rasulullah Saw: “Air laut itu menyucikan dan halal bangkainya.” (Menurut Imam Bukhari hadits ini Sahih, lihat Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, Bab Ath’imah)

Maka dapat disimpulkan bahwa kepiting adalah binatang yang halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengelurakan fatwa halalnya kepiting pada tanggal 4 Rabi’ul Akhir 1423 H/ 15 Juli 2002 lalu.

Wallahu a’lam bisshawaab

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button