Kritisi Vonis HRS, HNW Bandingkan Kebohongan Pejabat yang Tak Tersentuh Hukum
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengritisi vonis empat tahun terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS) dalam kasus tes swab di RS UMMI sebagai vonis yang tidak memenuhi rasa keadilan umum.
Selain itu, kata Hidayat, vonis tersebut juga tidak memenuhi harapan tegaknya hukum berkeadilan, ketentuan yang sangat dipentingkan dalam Pancasila sehingga disebutlah “adil” dalam sila ke- 2 dan ke-5.
Terpenuhinya rasa keadilan itu juga menjadi ciri daripada negara hukum yang sudah dipaterikan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3, yang salah satu cirinya adalah kesetaraan di depan hukum (equality before the law) sebagaimana juga ditegaskan dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945.
“Maka wajar sekali apabila Habib Rizieq Syihab menolak dan menyatakan banding atas vonis hakim itu, karena khalayak awam hukum pun sudah bisa menilai sendiri adanya ketidakadilan dalam vonis tersebut dan ketidaksesuaiannya dengan fakta di lapangan soal “kebohongan” dan fakta tidak terjadinya keonaran akibat pernyataan HRS,” ujar Hidayat melalui pernyataan tertulisnya kepada Suara Islam Online, Jumat (25/6/2021).
HNW sapaan akrabnya juga mengritisi pertimbangan majelis hakim bahwa Habib Rizieq dinilai berbohong atas tes swab antigen yang dilakukannya sehingga menimbulkan keonaran.
“Saksi ahli dibawah sumpah menyatakan bahwa pernyataan HRS bukan kebohongan. Dan berbeda dengan vonis Hakim, ternyata tidak pernah terbukti bahwa setelah dipublikasikannya pernyataan HRS kemudian terjadinya keonaran di masyarakat. Terjadinya “keonaran” di masyarakat justru akibat pernyataan dakwaan/tuduhan Jaksa kepada HRS yang mempersoalkan “imam besar”nya HRS,” ujarnya.
Sekalipun vonis hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang memang terlalu tinggi dan tidak berdasarkan keadilan hukum, HNW menilai, bahwa dengan logika vonis hakim soal kebohongan publik terkait Covid-19 yang katanya menimbulkan keonaran, maka setelah preseden vonis terhadap HRS itu, pengadilan di Indonesia demi menegakkan prinsip negara hukum berkeadilan, mestinya juga memberikan sanksi hukum kepada beberapa menteri yang di awal masa pandemi Covid-19 malah secara demonstratif menyampaikan ke publik informasi-informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran/fakta.
HNW menyebutkan pernyataan sejumlah pejabat yang menyampaikan informasi tidak benar tersebut. Ada yang sebut Covid-19 tak akan masuk ke Indonesia karena birokrasi dan iklim tropisnya, ada yang sebut virus Covid-19 akan mati sendiri karenanya tak perlu masker karena masker hanya untuk yang sakit, ada yang bilang tidak akan kena Covid karena biasa makan nasi kucing. Ada yang promosikan kalung anti Covid-19 dan lain-lain.
“Pernyataan publik beberapa menteri itu tidak sesuai fakta tapi karena menyepelekan soal Covid-19 sehingga penanganan atasi Covid-19 tidak serius dan terprogram sejak awal. Ini justru yang mengakibatkan keonaran menasional, yang menimbulkan banyak korban; jiwa, ekonomi dan sosial politik juga. Lalu, mengapa mereka tidak terkena sanksi hukum? Apalagi sampai ditahan dan dimajukan ke meja hijau?,” ujar HNW.