NUIM HIDAYAT

Nasib Para Penghina Nabi

M. Kece kini makin sial. Setelah diangkut ke kerangkeng besi, ia bukan malah aman. Tubuh dan mukanya dihajar para tahanan. Gara-garanya hanya satu, ia menghina Nabi Muhammad. Salah satu penghajarnya adalah Irjen Napoleon Bonaparte.

Sebelum Kece, ada juga pendeta yang dikerangkeng. Namanya Saifuddin Ibrahim, 52 tahun, yang juga sering menghina Nabi Muhammad. Suatu ketika ia melakukan penghinaan di sebuah mobil yang kemudian dimunculkan dalam Youtube. Pengadilan Negeri Tangerang pada 7 Mei 2018 menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap Saifudin alias Abraham Ben Moses.

Polri kini masih memburu pengguna Nabi Muhamnad yang lain. Yaitu Paul Zhang, 40 tahun. Ia berulangkali dari luar negeri via YouTube memperolok-olok sang Nabi. Ia merasa aman, karena itu dilakukannya dari sebuah negara di Eropa (Jerman).

Jauh sebelum Kece, Saifudin dan Zhang, pada tanggal 9 dan 11 Januari 1918, media cetak berbahasa Jawa, Djawi Hisworo, yang terbit di Surakarta, mengeluarkan tulisan yang menghina Nabi Muhammad Saw. Artikel yang ditulis Martodharsono dan Djokodikoro itu, isinya menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah pemabuk dan pemadat.

Penerbitan ini mendapat reaksi hebat dari umat Islam. Di Surabaya, pada Februari 1918, digelar satu rapat umum yang isinya menuntut agar pemerintah Hindia Belanda menindak kedua penulis dan pemimpin redaksi media tersebut.

Centraal Sjarikat Islam juga membentuk panitia, Tentara Nabi Muhammad Saw, dengan tujuan: (1) Membangun kesatuan dan persatuan lahir dan batin antar-Muslimin. (2) Menjaga dan melindungi kehormatan agama Islam, kehormatan Rasulullah Muhammad Saw dan kehormatan kaum Muslimin. Tokoh-tokoh Sjarikat Islam, antara lain adalah Oemar Said Djokroaminoto, H Agoes Salim, Abdoel Moeis, Soerjopranoto dan Wignjadisastra. (Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, 2009: 392).

Pada 1931, kaum Muslim Indonesia juga memberikan respon keras terhadap kasus Ten Berge (Ten Berge Affair). Peristiwa ini terjadi ketika seorang pastor Jesuit bernama J.J. Ten Berge menerbitkan dua artikel berjudul De Koran en Evanglie en Koran; Studien, Tijdscift voor Godsdient, Wetenschap en Litteren (1931).

Dalam artikelnya itu, Ten Berge memberikan komentar terhadap Al-Qur’an surat Al Maidah ayat 75: “Almasih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya benar-benar seorang perempuan. Keduanya memerlukan makanan.” Komentar Ten Berge: “Siapa saja dapat menyaksikan bahwa menurut Muhammad, orang-orang Kristen memahami sang Bapak, ibu dan putra dalam pengertian seksual. Bagaimana mungkin dia (Muhammad) seorang antropomorfis, seorang Arab yang bodoh, dan sensualis yang tiada tandingnya, yang terbiasa tidur dengan banyak perempuan, memahami konsep kebapakan yang berbeda dan pada kenyataannya lebih canggih?”

Insiden itu memicu kemarahan kaum Muslim Indonesia. Berbagai aksi massa dilakukan di sejumlah kota di Indonesia dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam. Pemerintah kolonial mencoba menenangkan umat Islam dengan menyita seluruh sisa penerbitan. Peristiwa itu sendiri terus menyedot perhatian rakyat Indonesia, karena umat Katolik di bawah pimpinan Mgr. Wilekens, mengecam tindakan pemerintah kolonial dan menganggapnya tidak sah. Kaum Muslim memang dikenal sangat tinggi sensitivitasnya soal penghinaan Nabi Muhammad Saw.

Kasus cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Pandji Kusmin yang menghina Nabi Muhammad juga digugat oleh Hamka. Cerpen ini dimuat di Majalah Sastra pada Agustus 1968. Majalah ini dilarang terbit di Sumatra Utara pada pada 12 Oktober 1968 dan kelompok remaja Islam menyerang kantor Sastra di Jakarta. Setelah berkali-kali diancam, pemimpin redaksinya HB Jassin dan editor pendampingnya Rachman mengeluarkan pernyataan maaf ke publik. Majalah ini kemudian dilarang terbit. Pada Oktober 1968, Ki Pandji Kusmin ikut meminta maaf lewat surat kabar kami.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button