Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono Ditugaskan untuk Hapus Kerja Anies?
Memilih kroni sendiri sebagai penjabat gubernur, bupati dan walikota, bisa dipahami. Biasalah itu. Tetapi, memilih kroni sendiri untuk melanjutkan polarisasi sosial-politik bangsa adalah suatu hal yang sangat mencengangkan. Tindakan ini ceroboh. Inilah bentuk vandalisme politik yang sangat mengerikan.
Herannya, itulah yang dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk DKI Jakarta. Penunjukan Heru Budi Hartono tampaknya bertujuan untuk melakukan sebanyak mungkin pembalikan (reversal) kebijakan Anies Baswedan yang selama lima tahun ini menjadikan Jakarta teduh. Jakarta tanpa ribut-ribut.
Lebih seram lagi, penunjukan Heru Budi seperti sengaja dilakukan untuk balas dendam. Dendam kesumat pada Anies. Agar Heru Budi melenyapkan semua jejak karya Anies di DKI. Sekaligus membalaskan dendam Ahok atas kekalahannya di pilkada 2017.
Penilaian publik akan seperti itu jika Heru Budi memperlihatkan kebijakan yang sifatnya “de-aniesasi” Jakarta. Publik akan mudah dmembaca langkah penjabat gubernur itu.
Heru Budi dilantik sebagai penjabat pada 17 Oktober. Beberapa hari kemudian dia melakukan “reinstall” (menghidupkan kembali) sistem pengaduan langsung warga ke Balai Kota.
Anies mengubah sistem pengaduan langsung itu menjadi pengaduan online yang terkenal dengan sebutan JAKI (Jakarta Kini). Sistem ini memudahkan warga Jakarta untuk meyampaikan pengaduan atau keluhan tanpa harus datang ke Balai Kota. Semua pengaduan online ditanggapi cepat dan serius.
Di era Jokowi dan Ahok, pengaduan langsung memang sangat populer. Sistem ini menimbulkan kesan bahwa gubernur dekat dengan rakyat. Tapi, sebenarnya, lebih banyak esensi pencitraan ketimbang solusi masalah. Balai Kota menjadi tempat berkumpul orang-orang yang ingin menyampaikan keluh-kesah, persoalan hukum, sosial, dlsb.
Dulu, sering pengaduan langsung disampaikan kepada Ahok ketika dia menjadi gubernur DKI menggantikan Jokowi yang menjadi presiden pada bulan Oktober 2014. Gara-gara pengaduan langsung itu, sering pula Balai Kota menjadi riuh-rendah karena teriakan atau bentakan.
Semasa Ahok pulalah sistem pengaduan langsung itu selalu dramatis. Terkadang Ahok harus menggunakan bahasa jalanan ketika dia marah terhadap orang yang menyampaikan pengaduan.
Lalu, mengapa Heru Budi terkesan akan melakukan “de-aniesasi” Jakarta? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, Heru Budi sudah tahu bahwa dia tidak akan punya banyak celah untuk menunjukkan inovasi baru. Nyaris semua bidang pelayanan sudah dibenahi dan dimapankan oleh Anies.
Supaya kelihatan bekerja, Heru Budi harus melakukan tindakan-tindakan yang kontroversial untuk menunjukkan bahwa kerja Anies tak becus. Tidak untuk rakyat. Padahal, rakya Jakarta menyatakan tingkat kepuasan kerja Anies sampai 70 persen. (Hasil survei Populi Center 83,5%, versi LSI 80,9%, red)