PKI dan Kegagalan Manusia
Jenderal pertama yang hendak mereka bunuh, ialah Jenderal Nasution. Tetapi Nasution lolos, namun anaknya jadi perisai. Dan mereka tidak menyangka sama sekali bahwa pada tanggal 1 Oktober itu Jenderal Soeharto akan mengambil tindakan yang tegas, sehingga Dewan Revolusi dengan Untung sebagai pimpinan hanya dapat berkuasa kira-kira 14 jam saja.
Kalau sekiranya yang mereka bunuh itu hanya para ulama, orang hanya akan mengucap “inna lillahi wainna ilahi rajiun, tetapi setelah para jenderal itu yang mereka bunuh, segenap yang memegang senjata di seluruh Indonesia melakukan pembalasan. Dalam masa beberapa bulan saja, segala yang dibangun oleh PKI selama bertahun-tahun hancur lebur, habis berantakan. Aidit, Nyoto, Lukman habis.
Yang lain disapu bersih oleh rakyat yaitu mereka yang namanya dicatut berpuluh tahun lamanya. Gembongnya diseret ke Mahkamah Militer, tinggal meringkuk dalam penjara. Dan mereka yang membelanya mati-matian, yang disebut durno-durno, menggantikan tempat pengamanan. Tempat istirahat orang yang mereka fitnah dahulu. Dan mereka yang difitnah selama ini satu demi satu, rombongan demi rombongan telah keluar. Keluar dengan tubuh dan jiwa, fisik dan mental yang sehat walafiat untuk melanjutkan perjuangan.
Dalam pada itu, timbulnya Gerakan 66 atau Semangat 66 yang dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, dan kesatuan aksi lainnya, kalau ditilik secara ilmiah pedagogik dan psikologi, sekali-kali bukanlah dia hasutan Amerika atau colonial seperti tuduhan komunis, tetapi dia adalah titisan daripada aqidah yang dipusakai oleh angkatan muda daripada angkatan tua yang telah lemah fisiknya. Bertahun-tahun lamanya mereka dicekoki dengan berbagai indoktrinasi, dengan Nasakom, tetapi karena di dalam jiwa mereka terlebih dahulu telah ada kepercayaan kepada Tuhan telah berurat berakar, bangkitlah dia dengan spontan pada saat yang dia mesti bangkit.
KAMI dan KAPI dipimpin oleh mahasiswa dan pemuda pelajar yang mempunyai aqidah agama, baik Islam ataupun Kristen dan Katolik. Dan tidak ada orang yang ingkar, bahwa HMI yang hendak dibubarkan oleh Aidit dan PII pun menjadi inti dalam KAMI dan KAPPI. Sama sekali mereka (komunis) tidak menyangka bahkan kita sendiripun tidak menyangka.
Sebagai bangsa yang bersemangat satria, kita harus menyatakan rasa hormat kepada ABRI umumnya dan Angkatan Darat khususnya. Mereka telah dapat meningkatkan terus perjuangan ini sampai puncaknya di dalam membasmi komunis di negeri ini. MPRS pun telah memutuskan di bawah pimpinan Jenderal Nasution, bahwa komunisme, marxisme yang nyata-nyata tidak bertuhan itu dilarang dalam negeri ini. Inilah yang diharapkan dan dirindukan oleh umat Islam yang sangat progresif revolusioner bertahun lamanya. Sehingga lantaran tidak sabar, ada diantara mereka yang memilih jalan di luar hukum, yaitu berontak.
Inilah yang menyebabkan Masyumi dahulu menolak dengan mutlak satu kabinet kaki empat yang terdiri dari menteri-menteri yang berasal dari partai nasionalis, sosialis, Islam dan komunis. Inilah yang menyebabkan pemuka, ulama, mubaligh dan khatib serta penulis Islam menderita bertahun-tahun lamanya. Apatah lagi karena hasutan komunis, satu waktu orang Islam yang anti komunis itu dimana-mana dipandang sebagai manusia najis. Dianggap sebagai pandangan rasialis (seperti) pemerintah mendiang Vervoerd di Afrika Selatan memandang kulit berwarna, atau orang Amerika memandang orang negro dengan sebutan “Black Moslem”, dimana-mana diusir, dihinakan, dicopot, dituduh partai terlarang, subversiv, kontra revolusioner, tidak dibawa ikut serta dalam pemerintahan. Selalu curiga bahkan dibuatkan Pen Pres no 11/63 yang dibuat khusus untuk menjerat mereka satu demi satu.
Sekarang keadaan telah berubah. Seminar Angkatan Darat akhir Agustus di Bandung telah mengambil kesimpulan dan memutuskan juga menyampaikan usul kepada pemerintah. Bahwa yang musuh Angkatan Darat atau ABRI (TNI) harus kompak dengan rakyat, dan rakyatpun harus kompak dengan ABRI. Pengalaman telah menyampaikan kita kepada kepaduan pendapat itu.
Kaum Muslimin yang anti kepada komunis adalah timbul dari aqidah dan rasa imannya pada Allah, merupakan kawan sejati dari ABRI (TNI). Kaum Muslimin yang seperti ini insyaf, mereka memerlukan teman dalam konfrontasi dengan komunis, karena tidak memiliki senjata. Dan ABRI (TNI) hendaknya menyadari bahwasanya senjata saja tanpa dukungan aqidah murni rakyat, belumlah bernama kekuatan. Perpaduan diantara semangat baja dalam batin, dengan senjata dalam tangan, disitulah terletak kekuatan.
Bung Hatta pernah mengatakan, ”Pancasila jalan lurus.” Memang tidak ada kaum Muslimin progresif revolusioner yang menolak Pancasila jalan lurus itu, sebab puncaknya ialah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itulah mereka berjuang selama ini, sampai menderita berbagai hal: yang mati, yang masuk penjara, yang terpendam, yang hilang.
Iman kepada adanya bangsa dan negara barulah akan kokoh kalau bersendi iman kepada Tuhan. Iman kepada Tuhan melanjutkan hidup duniawi ini menuju hidup yang lebih panjang lagi, yaitu hidup di akhirat.
Islam yang telah membuktikan kerevolusionerannya, demi Tuhan Sarwa Sekalian Alam, merasa lukanya terobat melihat keadaan sekarang. Mereka bukan golongan ekstrem kanan seperti selalu didengungkan Orde Lama dan yang ekstrem kiri ialah komunis. Mereka adalah umat yang yang Sirathal Mustaqim, jalan lurus dari dunia sampai akhirat.