NUIM HIDAYAT

Puasa dan Politik

Politik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Kedua, politik berarti segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Ketiga, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijaksanaan.

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik.

Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain.

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”

Deliar Noer dalam bukunya Pengantar ke Pemikiran Politik mendefinisikan: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”

Begitu pentingnya masalah politik, maka para ulama banyak menulis buku tentang ilmu politik. Diantaranya yang terkenal adalah Ahkamush Shulthaniyah karangan Abu Ya’la dan Imam Mawardi. Imam Ghazali juga menulis surat-surat untuk nasihat pada Raja. Ulama terkenal Melayu, Raja Ali Haji menjadi penasihat Raja dan juga banyak membuat tulisan untuk menasihati penguasa.

Tentu dalam politik Islam, Rasulullah adalah contoh teladan yang utama. Perilaku, perjuangan dan strategi Rasul dalam menegakkan Islam, senantiasa diambil hikmahnya oleh kaum Muslimin sepanjang masa. Perjuangan Rasulullah dalam ‘menegakkan Akidah’ selama 13 tahun di Mekkah dan ‘menegakkan Syariah’ selama 10 tahun di Madinah adalah teladan yang terus mengalir.

Akhirnya, kita perlu merenungkan nasihat dari tokoh besar Mohammad Natsir:

“Kita mengkader untuk mencetak jendral- jendral lapangan, bukan prajurit- prajurit”.

“Kerjakan yang disenangi Allah, maka Allah akan wujudkan yang Anda senangi. Binalah umat niscaya umat akan membinamu. Tak usah dipikirkan yang tidak mungkin , kerjakan mana yang  bisa, mulai dengan apa yang ada, karena yang ada itu sudah cukup untuk memulai.”

“Janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak hanya berbunyi ketika terhempas di pantai. Tetapi jadilah kamu sebagai air bah, mengubah dunia dengan amalmu. Kipaskan sayapmu di seluruh ufuk. Sinarilah zaman dengan nur imanmu, kirimkan cahaya dengan nur imanmu. Kirimkan cahaya dengan yakinmu. Patrikan segala dengan nama Muhammad Saw.”

Nuim Hidayat, Penulis Buku Imperialisme Baru

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button