NASIONAL

Rektor Unila Tersangka Kasus Suap, Kiai Muhyiddin: Pelaku Split Personality, Tutupi Perilaku Rusaknya dengan Eksploitasi Isu Radikalisme

Jakarta (SI Online) – Ditetapkannya Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Karomani sebagai tersangka kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) tahun 2022 dinilai sangat memalukan dan mencoreng dunia pendidikan Indonesia.

Tak hanya itu, bahkan disinyalir ada kemungkinan modus penerimaan mahasiswa jalur mandiri sering disalahgunakan untuk memperkaya diri pihak tertentu.

“Para intelektual dan cendekiawan tanpa kualitas iman yang kuat tak mampu menahan serangan virus konsumerisme, materialisme dan hedonisme yang melanda dunia saat ini,” ungkap Ketua LHKI PP Muhammadiyah KH Muhyiddin Junaidi dalam keterangannya, Senin malam (22/08/2022).

Baca juga: Rektor Unila Tersangka Kasus Suap itu Lantang Teriak Radikalisme

Kiai Muhyiddin menyebut mereka adalah orang-orang yang terpapat split personality alias kepribadian ganda. Perbuatannya bertentangan dengan apa yang sering dibicarakan dan disampaikan kepada masyarakat.

“Mereka termasuk kelompok yang terpapar penyakit split personality di mana perbuatannya sangat bertentangan dengan apa yang dibicarakan dan diteriakkan kepada publik. Secara kejiwaan mereka telah mengeksploitasi isu radikalisme, ekstremisme, intoleransi dan terorisme sebagai amunisi dan alasan untuk menutupi perilaku distruktifnya,” jelas Wakil Ketua Wantim MUI itu

Karena itu, lanjut Kiai Muhyiddin, sangat rasional bila hukuman atas mereka dilipatgandakan agar ada efek jera bagi yang lain.

Menyinggung tentang jalur mandiri dalam penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri, Kiai Muhyiddin menduga jalur tersebut kerap disalahgunakan oleh kelompok tertentu.

Kemungkinan besar jalur mandiri di PTN lain juga disalahgunakan oleh kelompok tertentu. Hal ini terbukti dengan adanya kasus di Unila, yang menurut mantan Waketum MUI ini, baik penerima maupun pemberi suapnya adalah orang-orang yang memiliki akses kekuasaan.

“Menteri Pendidikan Nadiem Makarim perlu mengkaji ulang kebijakan tersebut demi nama baik dunia pendidikan yang cenderung terpengaruh dunia perpolitikan yang sudah kasat mata dikenal sangat transaksional. Pola tersebut dalam Islam dikenal sebagai satanic life style,” pungkasnya.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button