SUARA PEMBACA

Sembako Bantuan Presiden: Kemanusiaan atau Pencitraan?

Sebenarnya bukan hal baru pencitraan ini ada. Sudah beberapa kali rakyat disuguhkan dengan berbagai macam program berbalut pencitraan. Yang jelas, hal ini akan terus ada ketika pemimpin ini lahir dari sistem negara kapitalisme-sekuler. Kita bisa melihat saat wabah melanda, kebijakan yang dikeluarkan masih dalam aroma kepentingan ekonomi, bukan kemanusiaan. Buktinya, wacana Ibu Kota baru tetap berjalan. Anggarannya pun bisa terus diupayakan.

Berbalik kondisi jika untuk menetapkan kebijakan lockdown demi melindungi rakyat. Padahal jika sejak awal pemerintahan menerapkan lockdown, maka penyebaran wabah ini bisa ditekan. Namun, nampaknya besarnya konsekuensi anggaran jika lockdown-lah yang membuat pemerintah diam.

Di Bulan Ramadan yang penuh berkah ini, merupakan saat yang tepat untuk Indonesia bermuhasabah. Bukankah sudah banyak pelajaran bahwa sistem aturan buatan manusia tidak pernah bisa menyejahterakan. Bukankah corona telah memberikan kita pelajaran, bahwa manusia itu lemah, tak punya daya dan kekuatan.

Masihkah berani mengabaikan perintah Allah SWT dan tetap jumawa dengan segala kekuasaan? Indonesia yang mayoritas muslim harusnya mau mengambil aturan Allah SWT secara totalitas.

Pengaturan sistem Islam secara kaaffah lah yang akan melahirkan pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang lahir dari kekuatan aqidah Islam, yang akan menstandartkan amal perbuatannya hanya karena Allah SWT, jauh dari sekedar pencitraan di hadapan manusia. Pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya sebagai amanah dari Sang Pencipta. Tak perlu dibumbui logo dan kemasan sehingga seluruh bantuan dipastikan cepat dan tepat sasaran.

Tersebutlah Umar bin Khathab, salah satu Khalifah Islam yang menerapkan syariat Islam kaffah. Dikenang dengan kesuksesan mengatasi bencana kekeringan di Madinah. Hingga umat mengenangnya dalam catatan sejarah, “Jika Allah tidak menolong kami dari tahun abu ini, kami kira Umar akan mati dalam kesedihan memikirkan nasib Muslimin”.

“Darul ad-Daqiq” menjadi saksi sejarah sepanjang masa. Saat itu, ada optimalisasi penyediaan stok pangan bagi siapa saja yang membutuhkan, baik warga Madinah ataupun pesinggah. Bantuan turun seketika, langsung tanpa survei yang berbelit serta didistribusikan dengan mekanisme yang mudah. Pelayanan negara terhadap kebutuhan umat bukan hanya optimal saat wabah.

Bahkan, dalam kondisi tanpa wabah Islam menjadikan pemimpin wajib memastikan kebutuhan pokok rakyatnya bisa terpenuhi individu per individu. Hal tersebut sangat mudah dilaksanakan ketika negara menerapkan sistem politik ekonomi Islam yang bersumber dari akidah Islam.

Sistem politik ekonomi Islam, mewajibkan sektor kepemilikan umum dikelola untuk kepentingan rakyat secara umum, tidak dikuasai segelintir orang. Sebagaimana sistem kapitalisme-sekuler yang telah nyata menimbulkan kerusakan demi kerusakan. Mulai dari kerusakan moral hingga adanya ketimpangan ekonomi yang sangat lebar.

Maka, sudah saatnya kita meninggalkan sistem rusak ini dan kembali kepada Islam yang nyata hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawab.

Ifa Mufida
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button