SUARA PEMBACA

Sembako Bantuan Presiden: Kemanusiaan atau Pencitraan?

Kondisi masyarakat yang terdampak corona secara umum cukup memprihatinkan. Setelah gelombang PHK melanda, kelaparan pun menjadi ancaman nyata. Meski sebenarnya jauh sebelum corona melanda, 22 ribu rakyat Indonesia diketahui masih mengalami kelaparan kronis. Jumlah itu berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) dalam jenjang tahun 2016-2018 (beritatagar.com).

Pandemi covid-19 pun menjadi pemicu kondisi masyarakat yang di bawah garis kemiskinan semakin kritis. Bahkan, mungkin jumlahnya bertambah akibat gelombang PHK besar-besaran.

Maka bantuan sosial (bansos) di tengah wabah seolah menjadi oase di tengah padang pasir. Seperti diketahui, pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial mulai menyalurkan bantuan sosial berupa paket sembako senilai Rp 600 ribu kepada warga tak mampu di Jabodetabek. Sementara, keluarga di luar Jabodetabek akan mendapat Bantuan Langsung Tunai senilai Rp600 ribu.

Bansos pemerintah pusat dalam menangani pandemi corona atau COVID-19 menjadi sorotan. Pasalnya, program arahan Presiden Joko Widodo itu sempat terlambat diterima warga karena hal sepele, yakni masalah kemasan atau kantong bertuliskan “Bantuan Presiden” habis (tirto.id). Wajar kalau bansos ini menuai kritik publik.

Salah satunya, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menyayangkan keterlambatan pemberian bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak Covid-19 karena tas jinjing yang belum tersedia.

“Jadi keterlambatan itu ya kita sayangkan kalau alasannya tas bertuliskan bantuan presiden. Kan bukan tasnya yang mau dimakan, tapi berasnya sama bahan-bahan pokoknya,” kata Yandri ketika dihubungi wartawan, Kamis (30/4/2020).

Memang cukup menggelitik. Di tengah masyarakat yang sedang menjerit kelaparan, kenapa masih ada aroma pencitraan. Mendulang tenar di tengah program kemanusiaan. Terlebih di tengah ancaman wabah yang mencekam. Saat ini bukan lagi masa untuk bisa dibuat guyonan. Karena masyarakat dihadapkan pada dua ancaman. Kematian akibat penyakit menular atau justru karena kelaparan. Maka, mana boleh bantuan tersendat ketika rakyat sudah dalam ancaman kelaparan hanya karena masih proses di percetakan?

Di sisi lain, ada problematika di mana jumlah penerima dan jumlah bantuan terdapat gap yang sangat lebar. Selain juga nominalnya masih jauh dari kata cukup. Validasi mereka yang berhak menerima saja cukup panjang dan berbelit. Syarat yang harus dipenuhi antara lain adalah tertib administrasi dan punya rekening bank. Selain itu, syarat utama penerima BLT bukan penerima bansos dari kementerian lain.

Alhasil, implementasi penyaluran bansos di lapangan justru tidak terarah. Hal ini dikarenakan masalah klasik yaitu tingkat validasi data kelompok rentan dan korban PHK korona yang rendah. Akibatnya, memicu konflik akibat kecemburuan sosial sehingga membuat banyak rakyat miskin yang tidak menerima bantuan. Lalu, apa yang patut dibanggakan?

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button