Kita Pasti Selalu Butuh Allah
Kalau hanya sekedar memejamkan mata saja kita butuh Allah, apalagi urusan yang lebih besar. Masihkah kita merasa hebat, masihkah keangkuhan mengelilingi hati kita, masihkah raut wajah kesombongan menghiasi pelupuk mata dan lisan kita.
Terlebih lagi disaat kesulitan melanda, di saat hati telah merasa putus asa, yang diharap hanyalah pertolongan Allah. Hamba hanyalah seorang yang fakir. Sedangkan Allah adalah Al Ghoniy, Yang Maha Kaya, yang tidak butuh pada segala sesuatu. Bahkan Allah-lah tempat bergantung seluruh makhluk.
Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَآءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِىُّ الْحَمِيدُ
“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji.” (QS. Fatir 35: Ayat 15)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seluruh makhluk amat butuh pada Allah dalam setiap aktivitasnya, bahkan dalam diam mereka sekali pun. Secara dzat, Allah sungguh tidak butuh pada mereka. Oleh karena itu, Allah katakan bahwa Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, yaitu Allah-lah yang bersendirian, tidak butuh pada makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah sungguh Maha Terpuji pada apa yang Dia perbuat dan katakan, juga pada apa yang Dia takdirkan dan syari’atkan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/316).
Semua bentuk dan manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita. Karena manusia adalah makhluk lemah, miskin dan tak sempurna.
Allah Ta’ala, berfirman,
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” (QS. Luqman 31: Ayat 12)
Begitu pun, jika seluruh manusia kufur kepada Allah, tidak beribadah kepada-Nya, menelantarkan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka hal itu tidak membahayakan Allah sama sekali. Akan tetapi kemadaratannya akan kembali kepada manusia itu sendiri.
Allah Ta’ala, berfirman:
قُلْ يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْ ۖ فَمَنِ اهْتَدٰى فَإِنَّمَا يَهْتَدِى لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۖ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ
“Katakanlah (Muhammad), Wahai manusia! Telah datang kepadamu kebenaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa mendapat petunjuk maka sebenarnya (petunjuk itu) untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barang siapa sesat, sesungguhnya kesesatannya itu (mencelakakan) dirinya sendiri. Dan aku bukanlah pemelihara dirimu.” (QS. Yunus 10: Ayat 108)
Dan diantara yang paling penting diatas yang sangat penting adalah kebutuhan akan iman, karena inipun bukan hal sepele. Hanya Allah Ta’ala semata yang sanggup memberikan hidayah. Seperti halnya hanya Allah yang sanggup menyesatkan hambanya.
Allah Ta’ala, berfirman:
مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِىَ لَهُۥ ۚ وَيَذَرُهُمْ فِى طُغْيٰنِهِمْ يَعْمَهُونَ
“Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk. Allah membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 186)
Terkadang ada orang yang sudah dinasehati orang tuanya, gurunya, teman temannya, bahkan wali sekalipun nabi tidak akan ada perubahan kalau Allah Ta’ala belum memberikan hidayah.
Kita bersyukur masih Allah beri hidayah agar selalu membutuhkan dan bergantung penuh kepada Allah Ta’ala baik urusan dunia terlebih lagi urusan akhirat, karena kita tidak mau celaka dikemudian hari akibat dari berpalingnya dari kebutuhan dan bergantungnya kita kepada Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam
Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia