Resmi, PNKN Ajukan Gugatan UU IKN ke Mahkamah Konstitusi
Jakarta (SI Online) – Sejumlah tokoh, ulama, purnawirawan jenderal TNI dan aktivis yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) mengajukan uji formil UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perwakilan tokoh PPKN menggugat dengan mendaftarkan permohonan uji formil UU IKN ke MK pada Rabu (2/2/2022).
Koordinator PNKN, Marwan Batubara, menjelaskan bahwa pembentukan UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan. Dari Dokumen Perencanaan Pembagunan, Perencanaan Regulasi, Perencanaan Keuangan Negara dan Pelaksanaan Pembagunan.
“Hal ini karena rencana IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. IKN mendadak muncul baru dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022,” ungkap Marwan dalam pernyataan sikap PNKN yang diterima redaksi, Rabu (02/02).
PNKN menilai, UU IKN dalam pembentukan tidak benar-benar memperhatikan materi muatan. Karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana.
“Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana. UU IKN tidak secara detail mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN. Ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN diatas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level undang-undang, karena bersifatnya yang strategis,” jelas Warwan.
Menurut PNKN, UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
“Oleh karena IKN merupakan materi yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan IKN mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik. Kebijakan pemindahan IKN tidak mempertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang dari waktu kewaktu trenya masih cukup tinggi,” ungkap Warwan.
PNKN juga menilai bahwa UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan. “Bahwa berdasarkan hasil survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), 19 Desember 2021, sebanyak 61,9% orang tidak setuju ibu kota pindah. Pemborosan anggaran menjadi alasan utama mengapa responden tidak setuju. Ada 35,3% responden yang tidak setuju yang menjawab hal tersebut,” ungkap Marwan.
Sementara itu, lanjut dia, 18,4% menganggap lokasi yang dipilih kurang strategis dan 10,1% responden menilai fasilitas Jakarta sudah memadai. Kemudian, 5,6% responden mengkhawatirkan utang yang akan bertambah jika pemindahan ibu kota benar terjadi. Selain itu, 4,7% responden merasa pemindahan ibu kota dapat mengubah sejarah atau nilai historis.