Bahaya Kalau Presiden Suka Lari-Lari
Presiden itu pemimpin rakyat, bangsa dan negara. Ia harus tampil serius memikirkan dan bekerja untuk rakyat, bangsa dan negara yang dipimpinnya itu. Performance dirinya adalah gantungan kepercayaan rakyat. Presiden penyedih membuat rakyat sedih. Presiden lucu menyebabkan rakyat geleng-geleng kepala. Presiden yang ini apa pelawak atau pemain sandiwara?
Presiden Jokowi adalah Presiden lari-lari. Lari dari satu investasi kepada investasi lain yang tidak jadi-jadi. Lari dari satu hutang ke hutang luar negeri lain yang menjadi beban estafeta generasi. Lari dari menteri yang korupsi ke menteri lain yang dipilih berdasarkan kemauan hati atau sidik jari. Lari pula dari satu capres ke capres lain dengan cawe-cawe yang melabrak ideologi dan konstitusi.
Rindu didemonstrasi tetapi saat pengunjuk rasa aksi ia malah pergi. Presiden Jokowi memang pengacak-acak demokrasi. Ia sukses mengubah kedaulatan rakyat menjadi kekuasaan kaum perampok harta ibu pertiwi. Pencipta dari sistem tirani, oligarki dan mobokrasi. Tiga model kekuasan khas pemimpin otoriter atau boneka dari penjajah dalam suatu negeri.
Menjelang usia tua kekuasaan bukan membuat teladan dengan memberi kesempatan pada rakyat untuk memilih pempimpin terbaiknya sendiri tapi justru sibuk berlari-lari mengatur ini dan itu menyiapkan, mengkonsolidasikan, menekan, mengancam dan menghukum penghambat kehendaknya. Jokowi bukan king maker tetapi king trouble.
Sejak keluar dari gorong-gorong Jokowi terus berlari mengejar mimpi dan mencoba untuk menjadi matahari. Akan tetapi alih-alih membuat prestasi justru yang terjadi adalah problema ekonomi, korupsi, gagal investasi, pelanggaran hak asasi, banyak basa-basi serta memperkaya kroni. Anak istri pun turut menikmati.
Kini kekuasaan yang ia miliki hampir mati.Tentu Jokowi ingin punya pengganti yang mampu memproteksi. Melanjutkan dan mahir membawa lari dosa-dosa, membuang atau menutupi.
Lucunya kini ada capres yang ternyata hobi berlari-lari. Awalnya pilihan Jokowi tetapi saat ini sedang ditimbang lagi. Karena pilihannya itu sudah lepas dari kendali. Direbut Megawati.
Lari dari kewajiban yang masih melekat sebagai Gubernur. Keliling sana-sini meninggalkan rakyat di Provinsinya. Modal utama untuk citra diri adalah lari pagi. Dibarengi dengan selfi dan sambutan rakyat yang penuh manipulasi. Di Jakarta lagi.
Mencoba menjadikan pencitraan sebagai kekuatan. Untungnya rakyat kini sudah tahu bahwa pencitraan adalah kata lain dari tipu-tipu. Pemimpin yang siap menipu dan konsisten selama perjalanan untuk selalu menipu. Tentu bukan karena ijazahnya palsu tetapi memang dalam memimpin ia tidak mampu.
Calon Presiden yang berangkat dari pencitraan tidak layak dipilih. Kegemaran melakukan lari-lari adalah pertanda ia tidak mampu berkampanye cerdas dengan bersandar pada, visi, gagasan dan kenegarawanan. Menari dan berlari itu bagus, tetapi jika hal itu merupakan manuver politik maka tentu menjengkelkan, menipu dan membodohi rakyat.
Bangsa Indonesia tidak ingin punya pemimpin ke depan yang banyak akting dengan berlari-lari. Rugi dan menyesal nanti.
Presiden lalu sudah gemar berlari dari tanggungjawab, akankah bangsa ini akan punya Presiden lagi yang gemar berlari-lari demi kekuasaan?