Wajib Halal Oktober 2024, PHRI: Tantangan Berat bagi Resto-Hotel
Jakarta (SI Online) – Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengakui, kewajiban sertifikasi halal untuk restoran-hotel menjadi tantangan yang sangat berat bagi industri perhotelan.
Hal tersebut disampaikan dalam seminar bertema “The Future of Hospitality: Integrating Halal and Hygiene in Hotel and Restaurant” yang digelar Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) di Auditorium Sukarman Perpusnas Republik Indonesia, Jakarta, pada Senin, 12 Agustus 2024.
Tantangan yang dimaksud dilihat dari jumlah usaha perhotelan yang sangat banyak dibandingkan dengan ketersedian Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada awal 2024, hotel di Indonesia berjumlah 4.125 hotel. Sementara itu, data Sihalal Badan Penyelenggara Jamian Produk Halal (BPJPH) mencatat baru 49 hotel atau 1,2% bersertifikat halal. Dari angka tersebut, 48 hotel di antaranya melakukan pemeriksaan kehalalan melalui LPH LPPOM sebagai LPH yang dapat melakukan pemeriksaan dengan cepat, terjangkau dan mudah.
“Kalau bicara halal itu berkaitan dengan pemisahan halal dan haram serta hygiene. Awalnya, ini adalah extended services bagi perhotelan. Jumlah LPH yang ada, khususnya di wilayah luar, belum cukup untuk mengakomodir hotel-hotel di daerah. Dampaknya, biaya sertifikasi halal menjadi mahal karena auditor didatangkan dari Pulau Jawa,” ungkap Maulana.
Maulana mengatakan, baru LPPOM yang saat ini memiliki kantor perwakilan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Karena itu Maulana menekankan adanya sinergi antara Kementerian Agama, dalam hal ini BPJPH, dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendorong kemudahan sertifikasi halal usaha sektor perhotelan.
Hal lain yang juga menjadi tantangan adalah surveillance dan kebutuhan industri hotel untuk mengikuti tren yang ada. Menurut Maulana, di resto hotel ada kebutuhan mengubah menu dan nama sesuai dengan tren, sekalipun tanpa mengubah ingredient. Hal ini dirasa berat, karena setiap perubahan perlu pengajuan pengembangan produk yang pada akhirnya akan menambah biaya.
“Adanya regulasi Jaminan Produk Halal ini menyisakan banyak masalah, karena biaya itu terus meningkat. Kita sedang mengusulkan revisi regulasi yang ada. Harus bisa dilihat, bagaimana melakukan sertifikasi halal dalam jumlah yang cukup besar, namun jangan sampai regulasi membuat dispute usaha itu sendiri,” tegasnya.
Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit Halal LPPOM, Muslich, mengharapkan pelaku usaha dapat mempersiapkan diri dengan baik menyambut kewajiban sertifikasi halal ini. Terkait dengan lama waktu sertifikasi halal, pihaknya menyebutkan bahwa pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut.
Pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Pada Pasal 72 dan 73 disebutkan bahwa waktu pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan dalam negeri maksimal 25 hari dan luar negeri maksimal 30 hari.
Karena itu, LPPOM menelurkan sejumlah program untuk mempercepat proses sertifikasi halal. Hasilnya, LPPOM mampu memenuhi target lama waktu pemeriksaan kehalalan yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni rata-rata selama 9 hari kerja (data Juni 2024).