Pakar Ekonomi Syariah: Indonesia Kiblat Ideal Regulasi Pengelolaan Zakat di Dunia

Jakarta (SI Online) – Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, Irfan Syauqi Beik, menyebut Indonesia merupakan ideal dalam regulasi zakat. Dia beralasan, hal ini karena pendekatan inklusif dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang mengakomodasi peran serta swasta dalam pengelolaan zakat.
Irfan berpandangan, Indonesia berbeda dengan Malaysia dan Arab Saudi yang menerapkan sistem sentralistik di mana zakat sepenuhnya dikelola negara. Indonesia, kata dia, justru memberi ruang kepada pemerintah dan lembaga nonpemerintah untuk berperan aktif dalam pengumpulan dan penyaluran zakat.
“Malaysia dan Saudi saat ini jadi parameter pengelolaan zakat terbaik secara administratif. Namun keduanya tegas tidak mengakomodasi peran swasta. Zakat sepenuhnya dikelola oleh pemerintah,” kata Irfan dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Senin (02/06/2025).
Pakar ekonomi syariah itu mengatakan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 sudah cukup akomodatif dan bijaksana dalam membangun sistem zakat nasional.
Irfan berpandangan, kemajuan sistem zakat di Indonesia saat ini, yang ditandai peningkatan pengumpulan, penyaluran, serta pelaporan kinerja zakat secara transparan dan akuntabel, adalah hasil dari sinergi antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI sebagai lembaga negara dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai mitra swasta.
Dengan struktur regulasi yang terbuka dan inklusif, Irfan meyakini Indonesia berpotensi besar menjadi model ideal tata kelola zakat di tingkat global. Namun, ia menekankan pentingnya mempertahankan prinsip kemitraan strategis antara negara dan masyarakat, yang selama ini menjadi ciri khas sistem perzakatan Indonesia.
Menurut mantan Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS RI itu, pandangan yang terus menyudutkan fungsi regulator parsial dan koordinator pengelolaan zakat yang melekat pada Baznas, boleh jadi disebabkan oleh pengaruh praktik industri keuangan komersial yang operasionalisasinya didasarkan pada filosofi kompetisi bebas antar operator/lembaga keuangan yang ada.
Akibat adanya kompetisi bebas ini, lanjut dia, maka diperlukan adanya wasit berupa regulator yang bersifat independen, yang tidak bisa diatur dan diintervensi oleh salah satu pihak yang berkompetisi.
Putra mantan Ketua BAZNAS RI KH Didin Hafiduddin ini berpendapat bila sistem tersebut tidak tepat jika diterapkan pada konteks zakat.
“Filosofi lembaga zakat haruslah menjadi satu tubuh, atau menjadi satu ‘kesebelasan’. Baznas adalah kapten kesebelasan ini. Semua lembaga zakat seharusnya berpikir dalam satu konteks tubuh sistem perzakatan nasional, dan bukan berpikir sebagai dua entitas yang bertanding, di mana ada yang menang dan ada yang kalah,” kata Irfan.
sumber: antara