Antara Nikel, Prancis dan Raja Ampat

Kepulauan Raja Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini. Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar.
Selain kaya akan keanekaragaman hayati laut tropis, Kepulauan Raja Ampat, Papua juga kaya akan barang tambang dan energi, termasuk didalamnya adalah nikel.
Nikel adalah logam yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baterai pada mobil listrik, khususnya pada baterai lithium-ion. Baterai ini menyimpan energi listrik yang digunakan untuk menggerakkan mobil listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan ada lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat. Namun, yang beroperasi hanya satu yakni milik PT GAG Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk. Sementara, yang lainnya masih eksplorasi.
Selain PT Antam Tbk, Perusahaan Perancis yang melakukan Investasi tambang nikel di Maluku Utara, yaitu ERAMET. Juga akan memperluas aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
Sebab Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara bersama Indonesia Investment Authority (INA) telah menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan pertambangan asal Prancis, Eramet, pada Rabu, 28 Mei 2025. Ketiganya sepakat untuk menjajaki pembentukan platform investasi strategis di sektor nikel, dari operasi hulu hingga hilir.
Hal demikian terjadi setelah kunjungan Macron ke Indonesia untuk memperkuat kepentingan Prancis atas pasokan nikel Indonesia melalui perusahaan tambang Eramet. Eramet adalah pemilik 43% saham di PT Weda Bay Nickel (WBN), salah satu pemegang konsesi nikel terbesar di Indonesia, yang beroperasi di Pulau Halmahera. Mayoritas saham lainnya, yakni 57%, dimiliki oleh Tsingshan, perusahaan asal Tiongkok. Pemerintah Prancis sendiri tercatat memiliki 27% saham di Eramet. Keberadaan ERAMET dalam penambangan nikel di Indonesia dilakukan melalui PT Weda Bay Nikel (WBN).
Terletak di Maluku, Indonesia, Proyek Weda Bay adalah tambang terbuka yang dimiliki oleh Tsingshan Holding Group. Tambang greenfield ini menghasilkan sekitar 516,7 ribu ton nikel pada tahun 2023 dan akan beroperasi hingga 2069. Dimana pada tahun 2024, Eramet dan Tsingshan masing-masing mengantongi laba bersih sebesar Rp3 triliun dan Rp4 triliun dari eksploitasi nikel di PT WBN.
Karenanya, aktivitas penambangan dan hilirisasi nikel di Raja Ampat, Papua, dijadikan sebagai sorotan publik, bisa jadi sebab adanya keinginan Perancis untuk memperluas usaha penambangannya di Indonesia, khususnya Raja Ampat, Papua, dengan isu kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT GAG Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk.
Terutama setelah sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025.
Greenpeace Indonesia menyebutkan, sejak tahun lalu, lembaganya menemukan pelanggaran aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, seperti di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.
Selain itu, beberapa dokumentasi menunjukkan terjadinya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir. Peristiwa yang diduga terjadi akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah itu berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.