Balas Dendam kepada Tokoh Islam
Ditangkapnya Ustaz Yahya Waloni kemarin (26/8), menunjukkan hukum kita dikendalikan politik. Padahal sebuah negara akan sehat, apabila politik di bawah hukum, bukan hukum di bawah politik.
Meniru Orde Lama, pemerintah kini menempatkan politik sebagai panglima. Karena itu, mereka yang berseberangan dengan pemerintah dan vokal, siap-siap untuk dijeruji besi.
Kita ingat bagaimana sejumlah tokoh-tokoh Islam dikenai hukuman pidana tanpa kesalahan yang berarti. Seperti Habib Rizieq dan pimpinan FPI, Jumhur Hidayat, Gus Nur, Maher at Tuwalibi, dan lain-lain. Hanya karena mereka vokal dan kritis kepada pemerintah, mereka dikerangkeng.
Banyak ahli yang menganalisa ini adalah balas dendam kasus Ahok. Karena Ahok dipenjara sebab menghina Al-Qur’an, maka tokoh-tokoh Islam harus dipenjara karena menghina presiden, Bibel atau lainnya. Satu Ahok menyebabkan puluhan tokoh Islam dipenjara.
Kasus M Kece yang ditangkap karena menghina Nabi dan Al-Qur’an itu juga dikhawatirkan serupa. Satu Kece ditangkap, akan merembet tokoh-tokoh Islam lain digelandang ke penjara.
Tentu kita berharap tidak. Tapi umat Islam sadar, bahwa yang menguasai negeri ini saat ini adalah geng Islamofobia. Sehingga kesalahan kecil tokoh Islam akan dipidanakan.
Hal ini mengingatkan kita bagaimana Presiden Soekarno membabi buta memusuhi umat Islam di akhir pemerintahannya. Merangkul erat PKI, membubarkan Masyumi, memenjarakan tokoh-tokoh Masyumi, membredel media terbesar Masyumi Abadi, mengangkat dirinya presiden seumur hidup dan lain-lain.
Orde Lama saat itu yang erat dengan China juga memusuhi kaum budayawan yang tidak sealiran dengan kaum komunis. Budayawan seperti Goenawan Mohamad, Taufiq Ismail dan lain-lain, dijuluki Manikebu. Karya-karya dan buku mereka dilarang dan dibakar.
Ulah Presiden Jokowi yang ugal-ugalan terhadap kaum oposisi ini, menjadikan ia dikritik tajam banyak tokoh dan media asing. Beberapa di antara mereka menyatakan bahwa Jokowi merangkul kaum Islamofobia, memundurkan demokrasi, otoriter dan lain-lain.
Pernyataan Jokowi bahwa dirinya mempersilakan dikritik, ternyata bohong belaka. Kenyataannya banyak mural yang kritis terhadap presiden, buru-buru dihapus aparat pemerintah. Tokoh-tokoh yang kritis kepada pemerintah, kini juga masih banyak yang mendekam dalam penjara.
Kembali ke masalah Yahya Waloni. Kalau kita cermati video-video ustaz ini, memang ia sering berkata vulgar dalam ceramah-ceramahnya. Tapi itu dalam rangka membandingkan kebenaran agama atau kitab suci antara Islam dan Kristen. Memperbandingkan agama tentu tidak dilarang di negeri ini. Karena untuk mencari kebenaran ia harus membandingkan sesuatu dengan yang lain.
Bandingkan sekarang dengan ceramah Kece. Ia bukan membandingkan agama, ia sengaja menghina Nabi dan Al-Qur’an. Lihatlah bagaimana ia mengucapkan assalamualaikum warahmatu Yesus, alhamdu Yesus dan seterusnya.