SUARA PEMBACA

Biaya Haji Dinaikkan, Kapitalisasi Ibadah?

Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69,2 juta.

Jumlah ini adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp. 98.893.909,11. Sementara, 30% sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta.

Kenaikan biaya ibadah haji yang kian melangit ini menimbulkan berbagai silang pendapat. Sebagian menilai ini sebagai sebuah kewajaran seiring meningkatnya pelayanan dan komersialisasi haji oleh pemerintah Arab Saudi. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang berkomentar negatif.

Di tengah keinginan kuat kaum muslim untuk menunaikan ibadah haji, menyeruak pertanyaan, ke mana dana umat?

Tak diragukan lagi, banyak pihak telah bersuara menyarankan berbagai pendapat terkait pengelolaannya. Dalam sistem kapitalisme, jika ada barang atau sesuatu yang bernilai manfaat, maka tidak boleh didiamkan saja, harus menghasilkan keuntungan.

Begitulah ketika sistem yang diterapkan bukan berasal dari yang menciptakan manusia, ketamakan yang dilakukan oleh sekelompok orang membuat masyarakat yang ingin beribadahpun diambil keuntungannya.

Padahal masalah mendasar dalam pengelolaan dana haji hingga penyelenggaraan haji saat ini terletak pada keuntungan bisnis. Keuntungan ini hadir di tengah tingginya hasrat umat Islam untuk menjalankan ibadah haji. Sebagai rukun Islam, sudah barang tentu kaum muslim berupaya semaksimal mungkin untuk menjalankannya.

Kerana itu, tidak boleh ada komersialisasi penyelenggaraan haji oleh pihak manapun. Wallahua’lam bisshawaab. []

Eva Vitariani, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Masyarakat, IKIP Siliwangi.

Artikel Terkait

Back to top button