NASIONAL

BNPT Sebut Radikalisme Dipicu 10-F, Apa Saja?

Jakarta (SI Online) – Direktur Klinik Pancasila Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dody Susanto mengajak generasi muda Indonesia untuk mewaspadai serangan pintar 10-F. Serangan ini disebut Dody sebagai pemicu seseorang terpapar radikalisme.

“Radikalisme itu dipicu oleh sepuluh faktor yang dikenal dengan serangan pintar 10-F,” ujar Dody Susanto saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Peranan Pancasila dalam Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi”, Rabu (12/01) seperti dilansir ANTARA.

Serangan pintar 10F itu, lanjut Dody, terdiri atas serangan pintar food (makanan), fun (budaya bersenang-senang), fantasi, fashion, finansial, filosofi, friction (gesekan), foreign (asing), filosofi, fate (kepercayaan), dan fail (kesalahan).

Pertama, kata Dody, serangan pintar food adalah serangan yang membuat seseorang terpapar radikalisme melalui konsumsi makanan dengan kandungan tiga dimensi bahan, yaitu pemanis, pengawet, dan perasa. Tiga zat kimia itu masuk ke dalam makanan yang dikonsumsi anak bangsa sehingga merusak metabolisme mereka.

“Jadi, kalau seseorang terbiasa mengonsumsi bahan pengawet, pemanis, dan perasa, secara kimiawi dan biologis, tubuhnya sudah rusak dan itu menyebabkan instabilitas emosional sehingga radikalisme cenderung bertemu di alam pikiran,” kata Dody.

Faktor kedua adalah serangan pintar fun atau budaya bersenang-senang, yaitu kondisi ketika seseorang terbiasa bersenang-senang, bahkan menjadi kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Dody mengatakan bahwa serangan fun menyebabkan manusia terdorong secara instingtif melakukan tindak radikalisme.

Ketiga, kata dia, adalah serangan pintar fantasi, yakni ilusi dan imajinasi berlebihan yang mengganggu stabilitas pikiran seseorang dan mendorongnya bertindak radikal.

Berikutnya, lanjut Dody, serangan pintar keempat adalah fashion dalam artian luas yang dapat dilihat dari kebiasaan membagikan status aktivitas sehari-hari di media sosial.

“Contohnya, kebiasaan seseorang membagikan status di media sosial, seperti sedang makan lalu diunggah. Fashion ini berbahaya karena mendorong orang menjadi konsumtif sehingga ekonomi dalam negeri tergerus. Jika kehilangan akumulasi finansial, bisa menjadi radikal,” jelas Dody.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button