DHD 45 Jabar Yakin Lahir Pancasila itu Bukan 1 Juni 1945
Dalam acara Silaturahmi Halal Bihalal 1444 H, Ketua Umum Dewan Harian Daerah (DHD) Badan Pembudayaan Kejuangan (BPK) 45 Jawa Barat Letjen TNI Purn Yayat Sudrajat menyatakan bahwa DHD BPK 45 meyakini bahwa Pancasila itu lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 bukan waktu lainnya. Pancasila yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 itu resmi telah menjadi kesepakatan bangsa.
Letjen Purn Yayat mengingatkan bahwa DHD 45 memiliki kesetiaan kepada negara berdasar Pancasila dan UUD 1945 yang lahir 18 Agustus 1945. Bukan Pancasila 1 Juni 1945. Perlu koreksi atas kebijakan Pemerintah yang telah menetapkan 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Apalagi menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Yang jelas menurutnya, DHD BPK 45 lahir berdasarkan Keppres No. 63 tahun 1965 ditandatangani Presiden Soekarno dan Keppres No 50 tahun 1984 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Bertugas membudayakan nilai-nilai kejuangan 1945. Berupaya sekuat tenaga untuk merealisasikan tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Yang menarik adalah penekanan Letjen Yayat Sudrajat bahwa kewaspadaan terhadap bahaya PKI gaya baru perlu ditingkatkan. Termasuk karakter PKI yang terimplementasi pada penyelenggara negara. Memutarbalikkan sejarah, menyembur fitnah serta berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Sayangnya banyak yang alergi bahkan menafikan keberadaan PKI. Ia menyinggung Keppres dan Inpres
Keppres 17 tahun 2022 dan Inpres 2 tahun 2023 mengenai PPHAM dan pelaksanaannya khusus peristiwa 1965-1966 bisa difahami bahwa PKI bukan pelaku dari suatu kejahatan bahkan dicitrakan korban. Ini pemutarbalikkan fakta seolah PKI itu tidak bersalah.
Pemerintah tidak pernah membantah korban terbesar peristiwa 1965-1966 adalah aktivis PKI. Konsekuensinya adalah yang direhabilitasi, diberi beasiswa, tunjangan kesehatan serta fasilitas lain sesuai Keppres 17 tahun 2022 adalah aktivis PKI dan keluarganya. Lebih hebat lagi 17 kementrian diinstruksikan ikut berkontribusi dalam program ini. Inpres 2 tahun 2023 dinilai istimewa.
Keppres 17 tahun 2022 jelas bertentangan dengan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Semua pelanggaran HAM berat harus diproses melalui Pengadilan HAM bukan penyelesaian non yudisial. Inpres 2 tahun 2023 sebagai aturan turunannya tentu lebih bertentangan lagi. Karenanya aturan cacat hukum ini layak untuk dibatalkan.
Pemaksaan atas hal di atas menyebabkan munculnya anggapan bahwa pemerintahan Jokowi memang tidak berorientasi pada kemashlahatan bangsa dan negara tetapi lebih pada kepentingan politik yang dapat dimanfaatkan kelompok ketiga, khususnya pendukung PKI.
Kembali pada pandangan Ketum DHD BPK 45 Letjen TNI Purn Yayat Sudrajat yang dengan tegas mengingatkan agar bangsa dan rakyat Indonesia harus tetap berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 hasil penetapan 18 Agustus 1945. []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 15 Juni 2023