NUIM HIDAYAT

Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dan Insists (2)

Bila di SD dan SMP nilai pelajaranku cemerlang, kelas 2 dan 3 SMA nilai pelajaranku menurun. SMP bahkan aku mendapat beasiswa prestasi. Aku dan temanku Evi Romdhianawati mendapat dana beasiswa prestasi pemerintah daerah Bojonegoro.

Jadi meski agak menurun nilaiku ketika SMA, alhamdulillah aku diterima di IPB Bogor dalam jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Program ini aku dengar yang merintis adalah Prof Andi Hakim Nasution, ahli statistik dari IPB. Ia punya teori, bahwa anak-anak yang mempunyai prestasi bagus ketika SMA, tentu juga akan berprestasi bagus juga ketika mahasiswa.

Di tahun 1987 itu SMA ku, SMAN Cepu termasuk SMA yang hebat. Karena jalur PMDK seingatku satu sekolahku diterima 12 orang. Bapakku gembira dengan prestasi ini, meski sebenarnya aku agak malu karena prestasiku turun ketika kelas tiga SMA. Dan aku tidak tahu apa yang aku lakukan di IPB nanti.

Kembali kepada pengalaman ngajiku. Jadi bila SD dan SMP aku banyak dibina kiai-kiai dari NU, SMA aku mulai mengenal guru-guru Muhammadiyah. Aku cukup aktif dalam kegiatan di masjid at-Taqwa kampungku. Masjid itu ‘milik Muhammadiyah’. Dari situlah aku berguru kepada ustadz Muhammadiyah. Salah satunya dengan Ustadz Maghfur dan Ustadz Mokran.

Selain ngaji di masjid, anak-anak remaja di situ juga kadang-kadang pertemuan di rumah-rumah. Dan aku sangat menikmati itu. Kadang di acara itu aku disuruh untuk membaca Al-Qur’an, sebagai pembukaan. Aku bisa melagukan Al-Qur’an, karena ketika kecil pernah disuruh ibuku untuk belajar pada kiai Miftah, ahli dalam ‘lagu Al-Qur’an’.

Memang aku bersyukur dengan karunia Allah pada kedua orangtuaku. Bapak aktivis Muhammadiyah dan keturunan kiai. Sedangkan ibu adalah aktivis NU, juga keturunan kiai. Bila ibu menyuruhku mengaji pada kiai-kiai, maka Bapak mendorongku agar banyak membaca.

Di antara membaca membaca majalah yang dilanggani Bapak, Al Muslimun dan Panji Masyarakat. Dari situlah aku membaca pemikiran tokoh-tokoh Islam di tanah air.

Tapi ada satu yang nggak bisa kulupa. Aku senang dengan cerita serial di Majalah Panji Masyarakat: “Ali Topan Santri Jalanan.” Seorang santri yang rajin ibadah berpenampilan nyentrik dan senang musik/film. [BERSAMBUNG]

Nuim Hidayat, Alumni IPB.  

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button