NUIM HIDAYAT

In Memoriam Ustadz Abdul Qadir Djaelani

Kehidupan Prawoto Mangkusasmito pun sangat sederhana, tidak neko-neko, namun selalu memberikan perhatian kepada orang-orang dekatnya. Prawoto Mangkusasmito dan isterinya, pernah berkunjung ke rumah Abdul Qadir Djaelani yang sempit, buruk dan berada di pinggir kali, di pelosok kampung Pasar Minggu yang kumuh untuk menjenguk kadernya yang sedang sakit itu.

Abdul Qadir Djaelani sangat menghormati Prawoto Mangkusasmito karena sifatnya yang lapang dada dan terbuka menerima perbedaan pendapat ini. Selain karena sifat kebapakannya, Prawoto Mangkusasmito juga mau menghargai pendapat anak muda yang berbeda dengan pendapatnya sendiri. Misalnya pada saat Abdul Qadir Djaelani sebagai Sekjen STII mengumumkan sikap pimpinan pusat STII yang melarang anggotanya ikut pemilu 1971, dalam Training STII di Blitar, awal 1970.

Selaku pembina STII, Prawoto Mangkusasmito kemudian dimintai pendapat peserta, dan hanya berkata pendek, “Sikap STII sudah dijelaskan tadi.” Prawoto Mangkusasmito tidak mengritik, mengoreksi, apalagi marah atas keputusan itu. Padahal Prawoto Mangkusasmito dan Mohammad Natsir menyeru konstituen Masyumi untuk ikut pemilu dan memilih Parmusi.

Training STII di Blitar, adalah pertemuan terakhir Abdul Qadir Djaelani dengan Prawoto Mangkusasmito. Sebab, setelah pulang ke Jakarta sebentar, Prawoto Mangkusasmito menghadiri training STII di Banyuwangi, dan di sana pula Sang Ketua Umum Partai Masyumi Terakhir itu menghadap sang Khaliq.

+++

Karena ketajaman mulut dalam memperjuangkan Islam dan keberaniannya bersikap, Abah AQDj kenyang ditahan penguasa. Kini sang mujahid bermata tajam itu telah menghadap sang kuasa. Semoga asa dan semangatnya menjadi teladan bagi para aktifis di jaman pasca milenial ini.

Selamat jalan Abah AQDj. []

Nuim Hidayat, Penulis Buku ‘Imperialisme Baru’

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5

Artikel Terkait

Back to top button