MUHASABAH

Inilah Musibah Besar Umat Islam

Seorang guru besar salah satu perguruan tinggi Islam (tak perlulah kusebut namanya) mengatakan, dakwah di Indonesia telah mengalami kemajuan pesat. Indikatornya, katanya, antara lain bahwa pakaian muslim sudah membudaya, masjid yang dulunya diisi oleh para lansia kini ramai oleh kalangan muda, peminat umroh dan haji sudah ngantri, zakat-infak sedekah dan wakaf berkembang, begitu juga dengan semangat melakukan ibadah kurban terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sebagai salah seorang pembicara dalam seminar itu, aku tidak dalam kapasitas membanding dan oleh karenanya aku pun tidak menanggapi pemikiran sang Guru Besar. Aku menganggap pikiran beliau itu tidak mewakili para intlektual Islam dan para pelaku dakwah. Soalnya, menurutku, terlalu sederhana bila melihat dakwah dengan cara yang ia sampaikan.

Tetapi aku agaknya keliru. Setelah beberapa waktu berlalu, kudapati pikiran itu ternyata ada di banyak benak para tokoh Islam. Mereka puas dengan capaian dakwah sebagaimana yang digambarkan sang Professor. Ini, tenu saja, mencemaskan kita yang menekuni dakwah ilallah dan oleh karena itu perlu diluruskan. Apalagi fakta menunjukkan, saat ini, dakwah justeru mengahadapi berbagai cabaran yang kian hari kian berat.

Kekeliruan pandangan Sang Professor –dan mereka yang sealiran dengannya, bertitiktolak dari kekurangtepatan memahami hakekat Dakwah Islamiyah : apa sesungguhnya misi dakwah dan mana “titik” –sebagai ultimate goal, yang akan dicapai ? Sederhananya, sebutlah disorientasi.

Kekeliruan ini bisa juga dilihat sebagai indikator masih kuatnya pengaruh pemikiran Snouck Hurgronje –meski sudah merdeka tiga per empat abad, yang diterapkan oleh penjajah Belanda di negeri ini. Islam diarahkan kepada pelaksanaan ibadah-ibadah ritual; dan oleh karenanya, itulah yang dianggap tugas dakwah sekaligus ukuran keberhasilan dakwah.

Tentu saja kita bersyukur. Bila Dakwah Islamiyah diibaratkan sebuah perjalanan, kita telah meningkatkan, misalnya, kecepatan kenderaan dari 60 km/jam menjadi 80 km/jam sehingga di satu saat tiba di titik yang indikasinya seperti dilukiskan oleh sang Professor. Ada peningkatan kerja. Ada kemajuan yang telah dicapai.

Tetapi satu hal yang harus disadari, Dakwah Islamiyah tidak bergerak di ruang hampa. Ada banyak yang bergerak di ruang yang sama, yakni lawan-lawan dakwah (atau sebutlah antidakwah, sebagai sebuah nilai kebatilan). Antidakwah itu bukan saja berupaya menghambat laju dakwah, berusaha agar dakwah melenceng dari jalurnya, tapi juga berupaya bergerak lebih cepat mendahului dakwah sehingga atmosfer kehidupan dilingkupi sepenuhnya oleh antidakwah (kebatilan). Yang demikian itu dimaksudkan agar pada gilirannya cahaya dakwah padam, tertutupi kebathilan. Jadi, ada perlombaan di situ. Ada kompetisi bahkan ada pertarungan di situ.

Bila menggunakan logika fisika gerak berubah beraturan, peningkatan dari 60 ke 80 km/jam itu hanya akan berarti bila dibandingkan dengan benda diam. Kita seolah bergerak di ruang hampa: tidak ada yang bergerak. Tetapi jika kita sadari bahwa Dakwah Islamiyah adalah sebuah kompetisi (perlombaan-pertarungan), di mana antidakwah juga bergerak, maka peningkatan 20 km/jam (dari 60 ke 80 km/jam) menjadi tidak punya arti apa-apa jika antidakwah ternyata bergerak dari 60 km/jam menjadi 100 km/jam. Artinya, dakwah Islamiyah bergerak dengan kecepatan minus 20 (tertinggal 20) km/jam dibandingkan dengan antidakwah. Pada saat yang sama, tentu saja, capaian antidakwah (kebathilan) jauh lebih tinggi dari dakwah Islamiyah.

Oleh karena itu, menilai keberhasilan dakwah mestinya tidak dalam perspektif ruang hampa, tapi ruang pertarungan. Kita harus membandingkan gerakan dakwah dengan gerakan antidakwah sehinbgga jelas di mana posisi Dakwah Islamiyah: mendahului atau didahului, menang atau kalah.

Cara penilaan ini mengarahkan kita pada satu pengertian dakwah yang lebih luas dan komplek. Dakwah tidak boleh lagi dipahami sebagai mengajar dan pidato di mimbar, melainkan segala upaya untuk mengalahkan gerakan antidakwah. Termasuk yang penting dalam hal ini, tentu saja, adalah duduk di belakang meja bergelut dengan informasi dan data tentang apa saja yang dilakukan dan direncanakan lawan serta menganalisa informasi tersebut: apa pengaruhnya terhadap kerja dawah.

Merujuk pada Al-Qur’an, Rasulullah Saw diutus untuk missi yang jelas dan tegas: li yudzhirohu ‘alad dini kullih, untuk memenangkan (sistem) Islam di atas semua (agama) sistem tatanan kehidupan yang ada. Itulah ultimate goal dakwah Islamiyah. Ke arah itulah gerakan dakwah ditujukan. Itu pula tolok ukur keberhasilan dakwah Islamiyah.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button