#Lawan IslamofobiaLAPORAN KHUSUS

Islamofobia Merajalela

Persekusi terhadap ulama juga terjadi pada masa Orde Lama. Buya Hamka dalam rubrik “Dari Hati ke Hati” di Majalah Pandji Masjarakat menceritakan kisah nyata persekusi yang dialami seorang ulama terkenal pada 1960-an, KH. S. S. Djam’an.

Saat memberikan pengajian di rumah warga masyarakat, Kiai Djam’an menjelaskan tafsir firman Allah ayat 4-5 surat al-Kahfi tentang makna tauhid yang murni dan menyesatkan paham trinitas. Tapi rupanya ada yang nguping pengajian itu. Selepas pengajian, saat hendak pulang Kiai Djam’an dikepung sekumpulan pemuda Kristen berbadan kekar dam sangar, sambil meneriakkan kalimat “Anda anti-Pancasila!”

Dan, “Kita disuruh toleransi. Toleransi dengan tafsiran bahwa kita jangan atau dilarang menerangkan akidah kita; siapa yang berani menerangkan akidah kita maka rumahnya bisa dikepung atau bisa diproses”, sindir Hamka, mencontohkan kejadian yang menimpa Kiai Djam’an.

Bukan hanya Kiai Djam’an, bahkan Buya Hamka sendiri sejuga mengalami kriminalisasi pada era Orde Lama.

Pada 1960 Buya Hamka pernah berkhotbah di Masjid Agung Al Azhar yang menerangkan bila di Indonesia saat itu Islam dalam bahaya, akibat wabah intoleransi dan tudingan anti-Pancasila oleh organ-organ Nasakom kepada partai Islam, ormas Islam dan tokoh-tokoh ulama Islam.

Rupanya khutbah Buya Hamka itu sampai juga ke telinga Soekarno, presiden dan pemimpin besar revolusi yang ditabalkan oleh Nasakom. Ia lalu bereaksi dan menyatakan dalam sambutan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Istana Negara.

“Ada orang yang mengatakan Islam dalam bahaya di republik ini, sebenarnya orang yang berkata itu sendirilah yang sekarang dalam bahaya”. Tak lama kemudian pada 1964 Hamka ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh rezim Nasakom dengan tuduhan hendak menggulingkan pemerintah, berencana membunuh presiden dan menteri agama, dan kontra-revolusi.

UAS dan Sekjen MUI Buya Anwar Abbas.

Nampaknya sejarah kembali berulang. Cerita Pak Natsir, Kiai Djam’an, atau kisah Buya Hamka, terjadi lagi di era sekarang. Habib Rizieq Syihab, Ustaz Abdul Somad, Ustaz Tengku Zulkarnaen, UBN, dan beberapa nama lagi terus mengalami persekusi dan kriminalisasi. HTI sudah di-Masyumi-kan. Sekarang giliran FPI yang sedang dipermainkan.

Bentuk Islamofobia berbeda tetapi substansi sama. Motif bisa jadi tetap sama, atau malah bertambah. Sebab Islamofobia telah menjadi industri. Situs berita Aljazeera.com, pada 25 Juni 2016, menurunkan berita berjudul “Report: Islamophobia is a multimillion-dollar industry.” Islamofobia adalah industri bernilai jutaan dollar. Disebutkan dalam artikel itu, menurut laporan Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) dan University of California, Berkeley, di Amerika lebih dari 200 juta dollar dihabiskan untuk menebar ketakutan dan kebencian kepada Muslim AS oleh berbagai organisasi antara 2008-2013. Pendanaan Islamofobia di negara itu digerakkan oleh 74 kelompok termasuk feminis, Kristen, Zionis dan lembaga berita terkemuka.

Di Indonesia, BNPT mendapat pagu anggaran indikatif tahun 2019 sebesar Rp699.598.337.000.- Jumlah ini dikurangi sekitar Rp155 miliar dari usulan sebesar Rp836 miliar lebih. Polri, untuk pemberantasan terorisme pada 2019 ini meminta tambahan anggaran Rp44,4 triliun. Sementara Polri sendiri anggaran indikatifnya antara Rp60-70 triliun. Wallahu a’lam.

SHODIQ RAMADHAN

Laman sebelumnya 1 2 3 4

Artikel Terkait

Back to top button