OPINI

Kanjuruhan Tanggung Jawab Pemerintah

Tugas dan tanggung jawab penyelenggara negara khususnya Pemerintah adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (Mukadimah UUD 1945). Menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM (Pasal 71 UU HAM).

Peristiwa Kanjuruhan adalah bukti bahwa Pemerintah gagal menunaikan amanah dan tanggungjawab ini.

Pertanggugjawaban hukum telah menetapkan dua personal Panitia Penyelenggara Abdul Haris dan Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita sebagai tersangka. 4 lainnya adalah Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Shidik, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu S Pranoto, Security Officer Suko Sutrisno, dan Danki III Brimob Polda JatimJatim AKP Hasdarman.

Kasus besar kerusuhan atau lebih pas pembunuhan Kanjuruhan ini tidak bisa dilokalisir hanya pada persoalan hukum di lapangan semata, tetapi juga harus dihubungkan dengan pertanggungjawaban hierarkhis (by commission) dan politis (by ommission).

Adanya dua anggota Polres Malang tersangka maka Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat telah dipecat. Mengingat anggota Brimob Polda Jatim sebagai tersangka maka sudah semestinya Irjen Pol Nico Afinta juga dipecat. Ini adalah tanggung jawab hierarkhis. Begitu juga dengan penetapan Panpel hingga Security Officer bahkan Dirut LIB yang dinyatakan sebagai tersangka maka Ketum PSSI Iwan Bule harus mundur atau dimundurkan.

Penyebab banyak jatuh korban adalah penembakan gas air mata, maka tanggungjawab ada pada pelaku, penginstruksi, dan penyedia sarana. Ditengarai peluru gas air mata telah kadaluwarsa. Menurut Komnas HAM daluwarsa sampai tahun 2019, sedangkan menurut Mabes Polri hingga 2021. Menurut Mabes Polri dari 11 peluru yang ditembakan 7 di tribun Selatan, 1 di tribun utara dan 3 di lapangan. Informasi lain juga di tribun timur. Artinya terbanyak bukan untuk mengatasi kerusuhan akan tetapi justru menjadi penyebab kepanikan dan kematian.

Tewasnya 125 orang atau konon 2OO orang lebih disebabkan oleh pelanggaran aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang melarang penggunaan gas air mata. Dua institusi bertanggungjawab atas pelanggaran ini yaitu PSSI dan Polri, karenanya ini menjadi dasar dan menguatkan bahwa Komjen Purn. Mochamad Iriawan dan Irjen Pol Nico Afinta harus diberhentikan.

Presiden juga harus bertanggung jawab disebabkan oleh terjadinya pelanggaran HAM berulang sejak petugas Pemilu (894 orang), 21-22 Mei (10 orang), Km 50 (6 orang) dan Kanjuruhan (200 orang). Apalagi baru keluar Kepres 17 tahun 2022 yang dimaksudkan agar pelanggaran HAM berat tidak berulang. Kepres itu diterbitkan 26 Agustus 2022. Kanjuruhan meledak 1 Oktober 2022.

Peristiwa 1 Oktober menarik secara politik. Ini Hari Kesaktian Pancasila setelah G 30 S PKI. 1 Oktober ini dirusak citranya oleh “kerusuhan” aneh dan brutal gas air mata. Pidato Nadiem 30 September konten gotong royong, value free, dan amanat Soekarno 1Juni 1945 mengindikasikan PKI mengantar 1 Oktober. Dengan sebagian besar gas air mata ke tribun menjadi bukti adanya motif “kesengajaan” untuk mengacaukan dan membunuh. Membuat panik puluhan ribu penonton.

Mengingat peristiwa Stadion Kanjuruhan ini bersifat multi dimensional, maka Tim Independen harus dibentuk, bukan “Tim Gabungan Independen” buatan Mahfud MD. Tim yang dipimpin oleh Menkopolhukam ini jelas bukan Tim Independen. Ini adalah Tim Pemerintah yang memeriksa atau mengusut peristiwa yang menjadi tanggung jawab Pemerintah sendiri. Sangat tidak pas.

Peristiwa Kanjuruhan adalah bencana yang diduga ada unsur kesengajaan, bermotif besar yang berdimensi politik dan merupakan kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity).

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 11 Oktober 2022

Artikel Terkait

Back to top button