SUARA PEMBACA

Ketua DPR Matikan Mikrofon, Kebebasan Berpendapat Tidak untuk Semua?

Kebebasan bersuara/berpendapat dalam sistem demokrasi yang digembar-gemborkan para pengusungnya menjadi sesuatu yang dipertanyakan di negeri ini. Apakah kebebasan berpendapat hanya menjadi slogan semata, karena buktinya tidak semua orang bebas berpendapat.

Hal ini terlihat dari Aksi Puan Maharani matikan mikrofon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat rapat paripurna. Dan sebagaimana rakyat negeri ini mengetahui dengan jelas, aksi seperti ini bukan kali pertama. Ini rupanya sudah tiga kali ia lakukan.

Sepak terjang Puan Maharani di dunia politik kerap mendapatkan perhatian publik. Salah satu yang menjadi sorotan publik ketika ia mematikan mikrofon anggota dewan.

Momen itu ia lakukan saat memimpin rapat paripurna DPR RI. Sedikitnya sudah tiga kali ia melakukan hal tersebut ketika memimpin rapat. Dan berikut adalah ulasannya.

Pertama, Puan Matikan Mikrofon Saat Rapat Pengesahan UU Cipta Kerja. Momen pertama saat Puan mamatikan mikrofon adalah ketika ia memimpin rapat Pengesahan UU Cipta Kerja pada Oktober 2021 yang lalu.

Kedua, Puan Matikan Mikrofon Saat Rapat Persetujuan Jenderal TNI. Kejadian serupa kembali terulang ketika Puan Maharani memimpin rapat dengan agenda Persetujuan Jenderal TNI, Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, pada November 2021 yang lalu.

Ketiga, Puan Matikan Mikrofon Saat Rapat Paripurna. Ulah Puan mematikan mikrofon terjadi lagi saat rapat paripurna DPR RI yang digelar pada Selasa (24/52022) lalu.

Hak bersuara dalam rangka mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah di negeri ini masih jauh dari harapan. Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wadah menyampaikan aspirasi tidaklah berperan sebagaimana mestinya. Penguasa seakan tidak memberi ruang bagi pihak yang tidak senada dengan arah kebijakannya.

Bicara pandangan Islam terhadap nasihat atau kritikan terhadap penguasa disebut sebaik-baik jihad. Walaupun terkadang kritikan itu pahit tapi mengenyampingkan kebenaran merupakan racun yang dapat membinasakan. Kehidupan bernegara akan terasa lebih sehat dan dinamis jika budaya nasihat terus dilestarikan. Mengingat bahwasannya pemimpin juga seorang manusia yang memiliki kelemahan dan keterbatasan. Butuh saran dan masukan.

Khalifah Umar Bin Khatab memberikan keteladanan yang baik dalam kepemimpinan. Beliau justru senang ketika dikritik oleh rakyatnya, karena sadar kritik sejatinya bisa mendatangkan maslahat bersama. Diambil contoh ketika Umar Bin Khatab pernah di kritik oleh seorang perempuan secara terbuka. Beliau tak marah, justru berterima kasih.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button