SIRAH NABAWIYAH

Manajemen Dakwah Sirriyah Rasulullahﷺ (Bagian 1)

Permulaan Dakwah

Secara garis besar, dakwah Rasulullahﷺ di periode Makkah memiliki dua fase, yakni fase dakwah sirriyah (terbatas) dan fase dakwah jahriyah (terbuka). Dakwah sirriyah dapat diartikan sebagai dakwah terbatas, yakni fase dakwah yang dilakukan oleh Rasulullahﷺ selama tiga tahun pertama risalah Islam diturunkan. Saat itu dakwah masih terbatas di kalangan keluarga, kerabat dan sahabat-sahabat terdekat Rasulullahﷺ. Fase ini kerap kali disalah artikan sebagai dakwah sembunyi-sembunyi.

Sebenarnya penggunaan istilah dakwah sembunyi-sembunyi itu tidak tepat, karena gambaran dakwah Rasulullahﷺ dalam fase ini bukanlah aktivitas yang dilakukan secara rahasia atau agar tidak diketahui khalayak, namun penekanannya lebih pada berdakwah pada orang-orang terdekat yang lebih memungkinkan menerima Islam.

Dalam kitab Manhaj Haraki jld 1 (Rabbani Press, 2003, h. 23), Munir Muhammad Al-Ghadban menjelaskan, “Menampakkan dakwah kepada orang-orang tertentu (keluarga, kerabat dan sahabat) di sini bukan berarti membatasi dakwah pada kelompok tertentu atau tingkatan tertentu saja di kalangan masyarakat, dakwah (tetap) harus menjangkau semua lapisan yang ada di dalam masyarakat. Tetapi, penjangkauan ini harus dilakukan melalui orang tertentu terlebih dahulu.”

Berarti pertama, Rasulullahﷺ menyerukan dakwahnya pada orang-orang yang terjangkau serta paling dimungkinkan untuk menerima Islam terlebih dahulu. Oleh karena itu karakter-karakter orang-orang yang menerima Islam di masa sirriyah adalah berkarakter lembut (tidak keras) seperti Abu Bakar bin Abu Quhafah, Utsman bin Affan, dll. Sedangkan karakter keras seperti Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khaththab ada di masa dakwah jahriyah. Hukum dakwah sendiri tetap tidak boleh dirahasiakan, ia harus menjangkau semua orang. Menampakan Islam merupakan tujuan utama dakwah.

Rasulullahﷺ tentunya memiliki perencanaan dakwah yang matang mulai dari strategi, sarana, manajemen hingga tujuan dakwahnya. Beliau mengemban risalah Islam serta mendakwahkannya dengan penuh perhitungan strategis dalam menghadapi realitas, situasi dan kondisi di lingkungan dakwahnya. Tidak heran jika yang paling awal beliau dakwahkan adalah keluarga, karib kerabat, dan sahabat dekat beliau terlebih dahulu.

Kenyataannya Rasulullahﷺ memulai aktivitas dakwahnya dengan menyeru orang-orang terdekatnya dari kalangan keluarga dan sahabat terdekatnya, maka sejarah telah membuktikan orang-orang yang paling pertama kali masuk Islam adalah istri beliau Khadijah binti Khuwailid, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, anak angkat beliau Zaid bin Haritsah, dan sahabat terdekat beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq (Muhammad Amahzun mengutip Ibnu Sayyidinnas, dalam Manhaj Dakwah Rasulullah, Jakarta: Qisthi Press, 2006, h. 120). Tentunya keempat putri beliau yakni Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah juga menjadi orang-orang yang paling awal menerima Islam. Rasulullahﷺ memulai aktivitas dakwahnya dengan menyeru orang-orang dari kalangan keluarga terdekatnya karena mereka inilah yang paling dimungkinkan dalam menerima dakwah.

Selain itu tradisi fanatisme keluarga dan kesukuan juga menjadi faktor penting mengapa Rasulullahﷺ mendakwahkan keluarga, kerabat dan sahabat terdekat beliau terlebih dahulu. Sebagai tokoh yang sangat paham akan tabiat lingkungan dan karakter masyarakat Quraisy yang selalu diwarnai persaingan serta fanatisme keluarga, beliau menyerukan dakwahnya secara kedekatan personal. Jika yang didakwahi adalah orang di luar keluarga terdekat, maka beliau mengandalkan pendekatan personal secara selektif mengingat adanya fanatisme keluarga dan kekabilahan yang sudah mendarah daging dalam tradisi masyarakat Arab.

Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam diketahui bahwa Rasulullahﷺ juga nampak mempertimbangkan kesiapan individu yang akan menerima Islam serta berperan aktif dalam mengemban risalah Islam. Di masa awal mengemban risalah Islam, orang-orang yang beliau seru untuk menerima Islam bukan mereka yang agak jauh secara kedakatan personal serta bukan mereka yang tidak mampu untuk menjadi kader-kader dakwah. Persis seperti yang dituturkan oleh Muhammad Amahzun, “Bagaimana para mukmin pemula ini dapat ikut berperan aktif memikul tugas-tugas dakwah, tanpa membahayakan proses dakwah dan jiwa mereka sendiri,” (Manhaj Dakwah Rasulullah, h. 118).

Oleh karena itulah Rasulullahﷺ memilih menyeru Abu Bakar di hari pertama risalah diturunkan. Abu Bakar merupakan sahabat beliau sejak usia muda. Sebagai figur yang memiliki visi dan misi yang jauh ke depan, Nabi amat memahami bahwa Abu Bakar adalah sosok yang memiliki kedudukan positif di tengah-tengah kaum Quraisy. Abu Bakar merupakan sosok yang tepat untuk menjadi partner dakwah dan kader dalam mengemban risalah Islam. Sahabat yang bernama asli Abdullah bin Utsman Abu Quhafah dari Bani Taim ini memiliki segala potensi yang dibutuhkan agar menjadi pengemban dakwah dan pemegang peranan penting dalam aktivitas penyebaran risalah Islam.

Terbukti hanya dalam beberapa hari, Abu Bakar berperan penting dalam masuk Islamnya sejumlah tokoh-tokoh muda Quraisy seperti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah.

(Bersambung)

Ilham Martasya’bana

Penggiat sejarah Islam

Artikel Terkait

Back to top button