NUIM HIDAYAT

Menarik, Pembahasan Abul A’la al Maududi tentang Jihad

Makna Jihad

Dalam membahas masalah jihad, ulama besar dari Pakistan ini memulainya dengan pendapat kaum orientalis tentang jihad. “Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Eropa mengidentikkan term jihad dengan istilah perang suci (holy war) ketika mereka mengartikannya dalam bahasa mereka. Ketika berbicara tentang, mereka acapkali memberikan penafsiran yang negatif dan mengartikannya secara apriori (berpendapat sebelum meneliti -pen). Di samping juga mengarahkannya secara serampangan pada pemaknaan yang kurang tepat dan cenderung dipaksakan. Diskursus kaum orientalis ini bahkan sampai menstigma jihad sebagai istilah yang mengedepankan watak dan perilaku jahat, perang fisik dan pertumpahan darah. Mereka sangat lihai dan licik dalam mengolah argumentasi dan mengaburkan realitas yang sebenarnya.” (Lihat buku: Tiga Arsitek Jihad Kontemporer, Penggetar Iman di Medan Jihad, Sayid Qutb, Abu A’la al Maududi, Hasan al Bana)

Kaum orientalis menstigma buruk makna jihad bahwa seolah-olah kaum Muslim itu memaksa orang untuk masuk Islam, kalau tidak mau, akan dibunuh. Mereka juga memberikan cap buruk kepada orang-orang yang sering meneriakkan Allahu Akbar dan maju dalam medan jihad (perang). Para sarjana Barat mewarnai jihad dengan warna merah darah dan menuliskan kalimat tentang jihad: “Inilah salah satu wajah dan kekejaman masa silam umat (Muhammad) ini. Yakni menumpahkan darah dan gemar membunuh orang-orang yang tak berdosa.”

Mereka bukan hanya menulis di buku atau media massa, tapi juga membuat film-film untuk memberi cap buruk kaum Muslim. Beberapa waktu lalu, saya menonton film Hotel Mumbai dan Snake Eyes. Dua film yang memberikan gambaran buruk kepada kaum Muslim. Di Hotel Mumbai digambarkan beberapa pemuda Muslim India yang marah kepada keadaan di India dan dunia yang ‘penuh dengan diskriminasi kepada kaum Muslim’. Para pemuda itu dengan senjata kemudian membunuh banyak orang di stasiun dan di Hotel Mumbai.

Snake Eyes berkisah tentang perempuan-perempuan Yazidi (suku Kurdi) dan beberapa perempuan Eropa yang bergabung membela suku Kurdi melawan tentara-tentara Islam (ISIS) di Irak. Tentara-tentara Islam digambarkan sering ‘mengucapkan Allahu Akbar’ dalam melakukan pembunuhan dan perkosaan terhadap perempuan-perempuan Yazidi (yang dibantu Amerika).

Pembuat film dari Barat tidak adil dalam menggambarkan perang di Irak. Yang disorot hanya kaum Muslim (pejuang Irak) yang mungkin saja membuat kesalahan. Kenapa tidak dibuat juga film keganasan pasukan-pasukan Amerika dalam membunuh kaum Muslim di Irak. Coba dibuat film Presiden George W Bush dengan didampingi para pendeta melakukan invasi di Irak yang membuat negara Irak hancur luluh dan menyebabkan korban jiwa sekitar satu juta orang. Mestinya dibuat film bagaimana serakahnya pemerintah Amerika terhadap cadangan minyak  Irak yang disebut para ahli cadangan kedua terbesar di dunia (lihat tulisan saya, https://satunegeri.com/perang-minyak/).

Sejak perang salib, masa Napoleon dan seterusnya Barat memang telah memahami kelemahan umat Islam. Nafsu kuasa yang terus menyala, menjadikan mereka melakukan imperialisme sejak abad ke-16 ke dunia Islam. Dunia Islam, baik di Timur Tengah maupun Asia, mengalami penjajahan Barat yang penuh dengan kekejaman. Inggris, Perancis, Belanda dan lain-lain menguasai negeri-negeri Islam dan melancarkan misi agamanya. Gold, Gospel dan Glory.

Barat memang telah meninggalkan invasi fisiknya (kecuali di Palestina dan Irak), tapi mereka masih menancapkan kekuasaannya dengan invasi dalam bentuk lain. Food, Fashion, dan Fun.

Salah satu strategi mereka untuk merusak Islam, adalah pembelokan istilah-istilah yang mulia dalam Islam (Al-Qur’an). Jihad diartikan para orientalis dengan perang fisik yang menakutkan. Jihad diartikan mereka dengan pembunuhan terhadap orang-orang sipil yang tidak bersalah dan seterusnya.

Mungkin saja ada orang-orang Islam yang salah mengartikan jihad, sehingga mereka melakukan aksi-aksi kekerasan atau pengeboman terhadap orang-orang sipil. Tapi itu tentu tidak mewakili pendapat-pendapat tokoh Islam yang ‘shalih’ dan Al-Qur’an yang mulia.

Dalam Al-Qur’an jihad bermakna mulia. Jihad adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memuliakan ajaran Ilahi. Dalam perang fisik, Islam menganjurkan ‘defensif’. Yakni bila penjajah menyerang, maka kaum Muslim membalasnya. Seperti perjuangan kaum Muslim di Nusantara, Libia, Irak dan lain-lain. Rasulullah saw, bila kita cermati, baru melaksanakan perang fisik setelah di Madinah. Sebelumnya, selama 13 tahun di Mekkah Rasulullah dan para sahabatnya dicaci, diteror dan ada sahabat yang dibunuh dalam periode dakwah di Mekkah. Rasulullah sendiri juga menjadi target pembunuhan.

Dalam perang pemikiran, Al-Qur’an menganjurkan ofensif. Karena Islam (Al-Qur’an) ini mulia. Ia harus secara aktif didakwahkan kepada manusia dimanapun mereka berada. Syekh Maududi menyatakan,

”Kami tidak mau berperang wahai Tuan-Tuan yang mulia! Kami hanyalah para pengemban dakwah yang memberitakan kabar gembira. Kami mengajak manusia menuju agama Allah, agama kedamaian dan ketentraman yang sarat petuah-petuah bijak dan nasihat-nasihat yang bagus. Kami menyampaikan firman Allah sebagaimana ceramah para rahib, para darwis dan kaum sufi. Kami mendebat para penentang kami dengan perdebatan yang santun, baik dalam retorika, tulisan (buku) maupun artikel, agar mereka yang salut terhadap dakwah kami yang argumentative menjadi beriman kepada Allah. Demikianlah dakwah kami, tidak lebih tidak kurang…

Jihad pada masa sekarang ini, cukuplah diartikan sebagai kerja keras yang berkesinambungan, baik dengan lisan dan tulisan. Karena itu hal mendesak yang perlu kami lakukan adalah mengaktualisasikan kepiawaian retorika dan ketajaman tulisan. Dengan kemampuan ini, rudal-rudal, tank-tank, senjata-senjata otomatis, dan peralatan perang lainnya serta prosedur penggunaannya, kami yakin kalian bisa menguasainya dan mengendalikan orang-orangnya.”

Maududi melanjutkan, “Jihad dalam Islam termasuk tingkatan ibadah tertinggi, ibarat mutiara pada mahkota. Pada hakikatnya Islam bukan suatu kelompok agama lain yang popular, sedangkan kaum Muslimin tidaklah sama dengan umat-umat lain yang ada di dunia. Melainkan sejatinya Islam merupakan pemikiran (fikrah) dan manhaj yang revolusioner. Yang hendak meruntuhkan tatanan sosial dunia secara total. Dan menggantinya dengan tatanan baru yang terdiri dari berbagai prinsip pokok lalu menegakkannya di atas gagasan dan rencana praktis.”

Lebih lanjut ia menyatakan,”Lihat saja, Islam berusaha keras menghindari penggunaan kata harb (perang ofensif) dan kata-kata lain berbahasa Arab, yang identik dengan makna qital (perang, war). Islam lebih suka menggunakan kata jihad yang bermakna badzlul juhdi was sa’yi (mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan). Dalam bahasa Inggris kata yang sepadan makna ini adalah kata struggle (perjuangan). Di samping itu kata jihad lebih impresif (mengesankan –pen) dan lebih luas cakupannya.”

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button