SYARIAH

Mengkritisi Disertasi Zina Abdul Azis

Oleh karena itu, Syahrur tidak paham agama dan tidak punya kapasitas ilmu syar’i. Terlebih lagi, pendapatnya bertentangan dengan ijma’ ulama. Selain itu, Syahrul dikenal sebagai seorang tokoh liberal. Bahkan, menurut para ulama dia seorang syuyu’i (komunis) dan mulhid (atheis). Maka, Syahrur tidak bisa dijadikan sebagai rujukan. Menjadikan Syahrur sebagai rujukan dalam persoalan agama merupakan kesalahan fatal dan kesesatan.

Berbicara mengenai agama, sepatutnya Abdul Azis merujuk kepada ulama, sesuai dengan perintah Allah Swt: “Maka tanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl: 43 dan An-Anbiya’: 7). Belajar agama dari orang yang bukan ulama bisa sesat dan menyesatkan. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu begitu saja, namun Allah mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Jika tidak ada seorangpun ulama yang tersisa, maka orang-orang menjadikan orang-orang bodoh sebagai rujukan. Maka ketika mereka ditanya (suatu persoalan agama) maka merekapun memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka telah tersesat dan menyesatkan.” (HR. Muslim).

Untuk menafsirkan Alquran, kita harus mengunakan metodologi yang benar yang telah dibuat dan diajarkan oleh para ulama yaitu ilmu Tafsir. Ilmu Tafsir telah diterima secara ijma’ oleh para ulama sebagai metodologi yang otoratif dalam menafsirkan Alquran.

Menafsirkan Alquran harus dengan Alquran itu sendiri dan As-Sunnah, bukan dengan hawa nafsu atau pendapat kita. Untuk itu, kita harus paham Alquran dan As-Sunnah dan memiliki kapasitas ilmu dalam menafsirkan Alquran sebagaimana diajarkan oleh para ulama salafush shalih dari para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka.

Oleh karena itu, kita harus mengetahui berbagai disiplin ilmu yang mendukung metode ilmu tafsir yang telah dibuat dan diajarkan oleh para ulama seperti ilmu Tauhid, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, I’rab (gramatika), Tarikh (sejarah) nasikh dan mansukh, dan lainnya. Standar ketentuan semacam itu akhirnya akan melahirkan tafsir Alquran yang benar dan dipertanggungjawabkan. Dan produk tafsir itu sendiri tidak akan keluar dari koridor ajaran Islam, sehingga Alquran shaalih li kulli zamaan wa makaan (sesuai untuk setiap zaman dan tempat) tanpa harus mengubah hukum-hukum yang telah qath’i dalam Alquran.

Kita sangat menyayangkan dan menyesalkan pihak UIN Jogja, khususnya para promotor dan penguji disertasi, yang telah meloloskan dan meluluskan disertasi ini sejak awal ujian proposal sampai ujian disertasi (sidang munaqasyah) dengan nilai sangat memuaskan. Sepatutnya disertasi ini ditolak dan tidak diluluskan sejak dari awal ujian proposal, karena tidak ilmiah dan menyimpang dari hukum Islam serta merusak moral. Selain itu, membahayakan kehidupan individu muslim, rumah tangga, masyarakat bahkan bangsa kita. Ini kesalahan dan tanggung jawab pihak UIN Jogja, khususnya para promotor dan penguji, yang telah meloloskan dan meluluskan disertasi yang menghalalkan zina. Disertasi ini merupakan bukti dan contoh paham sesat liberal berkembang di UIN Jogja.

Akhirnya, penulis mengajak umat Islam untuk mewaspadai dan menolak pemikiran/paham yang menyimpang dari Islam seperti paham Liberal, Syi’ah, Komunis dan paham-paham sesat lainnya. Selain itu, memperkuat pemahaman dan aqidah Islam yang benar yaitu aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari Alquran dan As-Sunnah dengan pemahaman para ulama salafush shalih yaitu para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in (para imam mujtahid mazhab Ahlus Sunnah, termasuk para imam mazhab empat). Semoga kita selalu diberi petunjuk dan dijaga oleh Allah Swt dari kesesatan paham Liberal dan lainnya. Amin!

Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, doktor bidang Fiqh & Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Dosen Fiqh & Ushul Fiqh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, dan anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

Laman sebelumnya 1 2 3 4

Artikel Terkait

Back to top button