SUARA PEMBACA

Mengurai Sengkarut Sistem PPDB Jalur Zonasi

Ayip Amir, namanya tengah menjadi sorotan usai aksinya viral di media sosial. Ya, lantaran kecewa karena adiknya tidak diterima pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) online jalur zonasi di SMA Negeri 5 Kota Tangerang, Ayip Amir nekat mengukur jarak rumah ke SMA Negeri 5 Kota Tangerang dengan meteran.

Hal tersebut ia lakukan juga untuk membuktikan adanya dugaan kecurangan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) Provinsi Banten. Sebab, ia menduga terdapat sejumlah calon siswa yang diterima dengan memiliki jarak sangat dekat ke sekolah, tetapi bukan warga asli sekitar sekolah.

Ia pun telah melakukan pengecekan ke RT setempat dan menemukan sejumlah nama masuk di daftar Kartu Keluarga (KK) warga sekitar sekolah. Akan tetapi, baik RT maupun warga sekitar tidak mengenali nama-nama yang dimaksud oleh Ayip Amir. Dugaan pun mengarah pada modus titip nama dalam KK agar lokasi domisili dekat dengan sekolah sehingga dapat diterima PPDB Online jalur zonasi di SMA Negeri 5 Kota Tangerang. (mengerti.id, 12/07/2023).

Kisah Ayip Amir menambah daftar panjang dugaan kecurangan pada sistem zonasi PPDB 2023 yang santer terdengar belakangan ini. Sejumlah dugaan kecurangan memang dikabarkan ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. Mulai dari jual beli kursi, manipulasi KK, hingga penitipan calon siswa oleh pejabat daerah. Semua itu menjadi modus agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi.

Adanya berbagai kecurangan dalam PPDB jalur zonasi sejatinya membuktikan belum terwujudnya pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini. Sistem zonasi PPDB yang digadang-gadang mampu mewujudkan layanan pendidikan yang merata sehingga menghilangkan istilah ‘kasta’ dan sekolah favorit dalam sistem pendidikan di Indonesia, nyatanya justru menambah sengkarut problematika pendidikan di negeri ini.

Sistem zonasi PPDB nyata membuka ceruk kecurangan karena tidak merata dan minimnya ketersediaan fasilitas pendidikan di sejumlah daerah, sedangkan jumlah pendudukan usia pelajar jauh lebih banyak. Di sisi lain, mahalnya biaya pendidikan di sekolah swasta berujung pada perebutan kursi memasukkan anak ke sekolah negeri, sedangkan jumlah sekolah negeri yang ada tidak memadai. Alhasil, kecurangan dalam sistem zonasi niscaya dapat terus terjadi.

Sengkarutnya sistem PPDB sejatinya tidak terlepas dari tata kelola pendidikan yang berbasis pada sistem kapitalisme sekuler. Paradigma kapitalisme sekuler nyata menempatkan negara hanya sebagai regulator semata, bukan menjadi pengurus problematika hidup rakyat. Sehingga kebijakan yang ada alih-alih mempermudah rakyat mengakses pendidikan, sebaliknya justru menimbulkan masalah baru dan menguntungkan para pemilik modal.

Sistem ini juga meniscayakan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Tidak heran, jika sektor pendidikan pun menjadi sah untuk dikomersialkan. Komersialisasi pendidikan inilah yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi swasta untuk terlibat dalam sektor pendidikan.

Negara pun tak malu-malu bermitra dengan swasta, sang pemilik modal. Padahal dalam paradigma kapitalisme sekuler yang berasaskan untung rugi, pendidikan kerap menjadi lahan basah untuk mengeruk keuntungan. Sementara di saat yang sama, negara seolah berlepas tangan menyediakan dan memfasilitasi pendidikan rakyat. Inilah biang kesulitan rakyat mengakses pendidikan yang murah dan berkualitas.

Sengkarut dunia pendidikan saat ini niscaya dapat terurai andai Islam dijadikan pondasi dalam membangun sistem pendidikan. Sebab, dalam pandangan Islam, negara adalah pengatur dan pengurus hajat hidup rakyat. Negara adalah pelayan bagi rakyat untuk menuntaskan segala urusan rakyat, termasuk dalam sektor pendidikan.

Pendidikan merupakan aspek vital bagi rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab negara untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses. Menjadi tanggung jawab negara pula untuk menyediakan institusi dan fasilitas pendidikan yang terbaik dan memadai bagi rakyatnya, baik di kota maupun di desa. Sehingga pendidikan dapat dikecap secara merata oleh seluruh warga negara.

Pendidikan sebagai tanggung jawab negara, ini berarti menjadi tanggung jawab negara pula untuk menutup semua pintu bagi liberalisasi dan komersialisasi di sektor pendidikan. Sehingga terwujud tujuan pendidikan untuk pencetak pemimpin masa depan yang bertakwa dan berintelektual tinggi. Generasi terbaik yang tidak hanya salih, tetapi juga muslih.

1 2Laman berikutnya
Back to top button