NUIM HIDAYAT

Politik dan Sejarah

Apa kaitan politik dan sejarah? Politik hari ini adalah sejarah esok hari. Keterkaitan keduanya sangat erat. Sehingga orang yang belajar politik, harus belajar sejarah.

Sayangnya ini kadang tak disadari atau dilupakan sejarawan. Sejarawan merasa cukup dengan pengetahuan sejarahnya. Ia tak mau terlibat atau ingin tahu masalah politik.

Sehingga ilmunya hanya menoleh pada masa lalu. Mengambil hikmah masa lalu. Ia tidak bisa memprediksi masa depan. Dan tidak bisa bersikap terhadap masa depan, bahkan hari ini.

Begitu pula sebaliknya. Politikus yang menyepelekan sejarah, ia kehilangan gambaran masa lalu dan masa depan. Ia lupa bahwa peristiwa yang terjadi pada manusia senantiasa berulang. Bila ia abai terhadap sejarah, maka gambaran masa depannya jadi buram.

Kita lihat saat ini banyak politikus yang tidak peduli terhadap sejarah. Termasuk anggota DPR. Kebanyakan mereka berdebat tentang masa depan, tanpa referensi masa lalu. Sehingga perdebatan yang terjadi terlihat kering dan kurang mendalam.

Beda dengan para founding fathers kita. Kebanyakan mereka tahu sejarah dan politik. Soekarno misalnya ketika bicara masalah negara, ia tahu sejarah Eropa, Rusia dan lain-lain. Begitu pula ketika Agus Salim bicara tentang sistem pemerintahan, ia menguasai betul sejarah pendirian negara Madinah.

Dengan bekal sejarah, maka pemahaman politik kita akan lebih mantap. Menganalisa Jokowi misalnya, maka harus juga mempelajari pemerintahan SBY, Soeharto dan lain-lain. Sehingga bisa buat perbandingan.

Jokowi yang program utamanya anti radikalisme misalnya, beda dengan SBY. SBY cenderung program utamanya adalah demokratisasi. Sehingga di zaman SBY tidak ada aktivis yang ditangkap karena perbedaan ideologi. Aktivis ditangkap karena hate speech, penghinaan dan lain-lain.

Kata sejarawan, mereka yang tidak belajar sejarah akan jatuh ke lubang berkali-kali. Dan ini nampaknya yang menimpa umat Islam.

Sebagian umat Islam gandrung kepada politik, tapi melupakan sejarah. Bahkan sejarah tanah airnya sendiri. Ia fasih bicara pemerintahan Turki Utsmani tapi buta terhadap sejarah Diponegoro, Teuku Umar, Agus Salim, Wahid Hasyim dan lain-lain. Sehingga mimpinya membentuk pemerintahan internasional, tapi di nasional sendiri nggak bisa berperan.

Begitu juga ada sebagian umat Islam yang gandrung sejarah. Tapi politik ia lupakan. Ia fasih bicara tentang Mataram, Demak dan lain lain. Tapi ia buta atau tidak mau tahu tentang prediksi pemilu 2024. Ia tidak mau tahu tentang kebijakan presiden Jokowi terhadap Islam

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button