Rebut Kemudi Kapal Bangsa
Kapal bangsa ini oleng diterpa badai ekonomi, politik, hukum dan agama yang tidak pasti. Pemegang kemudi mabuk sehingga tidak mampu mengarahkan kapal itu dengan baik. Nakhoda lebih banyak goyangnya ketimbang berdiri ajeg.
Kapal dalam keadaan bahaya sehingga tidak ada pilihan lain selain rebut kemudi kapal itu. Ganti nakhoda dengan yang lebih ajeg, cerdas, dan bertanggungjawab. Segera selamatkan kapal bangsa.
Pak Jokowi memimpin bangsa dan rakyat Indonesia ini bagai dalam keadaan mabuk. Mabuk ingin tetap berkuasa, mabuk ingin mewariskan kekuasaan pada bonekanya, mabuk berceloteh tentang investasi untuk menghasilkan komisi, mabuk hutang kepada negara rentenir serta mabuk kepayang untuk segera memeluk Istana baru. Anak dan keluarga juga harus aman dan nyaman.
Arah menjadi tidak jelas karena nakhoda yang mabuk itu mengendalikan semaunya. Bukan mencoba berikhtiar mencari jalan untuk mengantisipasi gelombang ombak dan badai akan tetapi terus minum dan minum. Kesadaran dan sensitivitas menurun bahkan hilang. Kondisi sudah sangat membahayakan. Kapal dapat pecah dan tenggelam. Kemudi harus segera direbut.
Baru-baru ini di Jakarta ada acara “oke ganti” yang maksudnya tentu ganti pemimpin negara dan ganti cara mengelola negara yang bergaya “drunken master”. Mengubah kepada cara yang lebih etis, bermoral dan berbasis hukum. Bukan pemimpin yang mengelola dengan mempersetankan etika, menginjak-injak moral serta menjadikan hukum sebagai alat kepentingan politik. Atau dengan kata lain menghalalkan segala cara.
Tiga cara merebut kemudi kapal untuk dapat meluruskan dan mengendalikan keadaan, yaitu:
Pertama, melalui Pemilu 2024 dimana Capres kepanjangan tangan status quo atau oligarki harus dikalahkan. Kemudi mesti dipegang oleh pemimpin perubahan. Jika hanya tiga kandidat Capres, yaitu Ganjar, Prabowo dan Anies, maka Anies harus merebut kemudi kapal. Mampu menyingkirkan segala halangan.
Kedua, mendesak Jokowi untuk mundur atas dasar ketidakmampuan memimpin, banyak kegagalan program, serta merajalela KKN di bawah pemerintahannya. Tap MPR No VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dapat dijadikan acuan dasar. Aksi-aksi rakyat absah melakukan desakan. Mundur Jokowi membuka peluang munculnya pemimpin baru yang lebih baik dan pantas.
Ketiga, merebut kemudi melalui pemakzulan oleh MPR. Ketentuan Pasal 7A UUD 1945 dapat dijadikan sandaran. Upaya pemakzulan dengan rakyat yang menekan MPR dan DPR menjadi langkah efektif bagi perubahan dan stabilisasi arah kapal menuju tujuan yang benar. Bangsa ini memiliki pengalaman dalam memakzulkan Presiden sebelum akhir masa jabatan.
Merebut kemudi kapal bangsa merupakan suatu keniscayaan demi perbaikan ke depan. Ikan itu busuk mulai dari kepala.
Oke ganti, rebut kemudi kapal bangsa. Lebih cepat lebih baik–The sooner the better. []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 26 Juni 2023