RESONANSI

Say No to Pacaran, Back to Islam

Belum lama ini media dipenuhi pemberitaan mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan. Seperti kasus seorang mahasiswa disalah satu universitas yang memutuskan untuk bunuh diri akibat depresi dengan pacarnya. Berita lainnya, seorang guru disebuah instansi keagamaan juga sempat viral karena telah melakukan pelecehan seksual pada belasan anak didiknya.

Berita terbaru yang tengah hangat di sosial media saat ini, seorang selebgram yang meninggal dunia karena mengalami lumpuh akibat kecelakaan bersama pacarnya. Seperti yang dilansir dari kompas.com, Rabu (15/12/2021), seorang selebgram Laura Anna meninggal dunia pada Rabu (15/12/2021). Sebelum meninggal dunia, Laura Anna memperjuangkan keadilan untuk dirinya. Karena diketahui Laura Anna mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan saat mobil yang dikemudikan mantan kekasihnya, Gaga Muhammad, mengalami kecelakaan pada Desember 2019 lalu.

Kasus yang dialami Novia maupun Laura mengungkap fakta menyedihkan terkait banyaknya kasus kekerasan perempuan selama pacaran. Kasus seperti ini bukanlah pertama kali terjadi. Sepanjang 2021, kasus kekerasan perempuan mengalami peningkatan dibandingkan 2020. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengungkapkan terdapat 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. Kasus ini sudah dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020 (detik.com, 7/12/2021)

Kasus seperti ini seharusnya menjadi PR besar buat kita, kenapa pelecehan dan kekerasan seksual ini justru mengalami peningkatan setiap tahunnya? Terlebih hal ini banyak terjadi di kalangan remaja yang berstatus pacaran. Pacaran yang selalu berakhir dengan penyiksaan hingga kematian. Miris, generasi yang seharusnya sebagai tonggak perubahan, justru malah merasakan penyiksaan hingga kematian dengan kekasihnya.

Kalau kita amati, kenapa selalu banyak kasus seperti terjadi berulang-ulang? Apakah tidak ada undang-undang atau hukum yang mengaturnya? Kalau memang adanya payung perlindungan negara, kenapa kasus tersebut mencapai hingga ribuan?

Dari sini kita bisa simpulkan, beberapa kasus yang terus terjadi disebabkan karena kurangnya pemahaman agama dikalangan remaja. Mereka menganggap bahwa agama hanya seputar ritual ibadah saja. Mereka memisahkan agama dari aspek kehidupan. Alhasil, Allah hanya dihadirkan saat ibadah saja. Sehingga, saat melakukan zina dengan status pacaran dianggap hal biasa karena diluar dari konteks agama.

Selain itu, pacaran tidak akan muncul tanpa adanya pertemuan atau interaksi dengan lawan jenis. Interaksi tanpa batas ini yang mengundang lawan jenis untuk melakukan perbuatan zina. Mulai dari zina mata karena saling berpandangan hingga sampai melakukan adegan yang dilarang agama. Aktivis pacaran menganggap interaksi yang dilakukan sebatas hal yang wajar, tapi hal ini justru berdampak pada sesuatu yang fatal jika dilakukan tidak sesuai aturan agama.

Disisi lain, generasi saat ini banyak disuguhi tontonan, tayangan, bacaan, maupun fakta langsung di lapangan yang dapat merangsang nalurinya. Tontonan dan bacaan yang banyak berisi kisah indah percintaan dan adegan-adegan yang dilakukan layaknya suami dan istri. Maka wajar jika generasi saat ini mengikuti apa yang ditonton dan dibaca mereka.

Tidak hanya itu, generasi saat ini masih banyak yang merasa bangga dengan rambut dan tubuh mereka yang terbuka. Mereka merasa nyaman tanpa menggunakan jilbab dan kerudung, sehingga mengundang kaum adam untuk dapat melihat dan menggoda setiap wanita yang menjadi sasarannya.

Inilah hasil dari penerapan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dikaitkan dalam aspek ibadah saja, dalam aspek sosial agama tidak boleh dilibatkan.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button