MAHASISWANASIONAL

Sesalkan Keputusan DPR Usulkan RUU TPKS, Elemen Muda: Suara Kami Dibungkam

Jakarta (SI Online) – Menyesalkan keputusan Rapat Pleno Baleg DPR RI yang menetapkan draft RUU TPKS, sejumlah elemen muda seperti KAMMI, FSLDK Indonesia dan ACN, serta puluhan pemuda dari berbagai komunitas dan organisasi kemasyarakatan menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (09/12/2021).

Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Zaky Rivai mengatakan, aksi unjuk rasa kali ini merupakan respon ketidakberdayaan karena gagasan substantif dan masukan kunci atas penolakan RUU TPKS benar-benar diabaikan Baleg DPR RI.

“Sidang Baleg DPR RI menutup mata dan membungkam suara rakyat yang menginginkan agar RUU TPKS tidak dijadikan instrumentasi kebebasan seksual. Hal ini karena aspirasi untuk mengganti konsepsi kekerasan seksual dan mengubah perumusan tindak pidananya meliputi seluruh jenis kejahatan seksual benar-benar diabaikan,” ungkap Zaky.

Ketua Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah kamus (FSLDK) Indonesia, Rapanca Indra Mukti, mengatakan pihaknya telah melihat sejauh mana RUU TPKS ini berjalan. Pada akhirnya, kata dia, kezaliman jelas tampak adanya. Usulan dan tanggapan untuk memperbaiki isi RUU tidak dipedulikan.

“Poin terpenting adanya norma agama yang seharusnya menjadi titik awal perumusan segala bentuk aturan juga sudah tak menjadi prioritas di dalam penyusunan RUU TPKS. Sungguh ini adalah RUU yang tak bisa diterima dengan segala bentuk alasan,” kata dia.

Koordinator Aliansi Cerahkan Negeri (ACN) Indram menilai, pandangan fraksi-fraksi dalam rapat pleno Baleg DPR kontradiktif. Di satu sisi menginginkan agar RUU TPKS tidak bertentangan dengan norma agama dan Pancasila namun di sisi lain menyetujui draf yang ditawarkan Panja.

“Padahal, konsepsi mendasar dari kekerasan seksual itu sendiri bertentangan dengan norma agama dan Pancasila karena berpokok pada asumsi doktrinal tentang ketidakadilan gender,” jelas Indram.

Ketua Satgas RUU TPKS KAMMI, Maya menyebut keputusan Baleg DPR merupakan kesewenang-wenangan dari segelintir elite yang ia sebut mengelabui pemahaman masyarakat Indonesia.

“Mereka membuat penyesatan bahwa RUU TPKS digunakan untuk melindungi korban perkosaan dan pelecehan seksual yang kita pahami. Padahal RUU TPKS bahkan tidak memuat pasal tentang penindakan perkosaan,” kata dia.

Menurut maya, dalam draf yang diusulkan terdapat dua pasal tong sampah yang isinya kriminalisasi sembilan bulan penjara atau empat tahun penjara yang bisa digunakan sebagai alat pelindungan kebebasan seksual karena melindungi keinginan seksual tanpa dijelaskan keinginan seksual mana yang dimaksud.

“Hal ini merupakan kematian akal sehat DPR RI yang seakan tidak mau tahu bagaimana paradigma masyarakat akan berubah dengan konsepsi RUU yang hanya berbasis pada doktrin sexual consent belaka,” pungkasnya.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button