NASIONAL

Tiap Hari Pejabat Ngomong Terorisme-Radikalisme, Iklim Investasi Rusak

Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi I DPR Fadli Zon mengritik pejabat-pejabat pemerintah yang tiap hari mendramatisir terorisme dan radikalisme. Menurur Fadli hal itu akan merusak iklim investasi.

“Saya mencatat, sejak pemerintahan baru dilantik, ada dua isu yang terus-menerus diangkat oleh Presiden dan kabinetnya, yaitu radikalisme dan investasi,” ungkap Fadli dalam keterangan tertulisnya, Senin pagi (18/11).

Alumnus London School of Economics (LSE) itu mengaku sejak awalsudah mengingatkan Pemerintah sebaiknya berhenti mengeksploitasi isu radikalisme, juga terorisme, karena bersifat kontraproduktif bagi kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.

“Misalnya, bagaimana kita akan bisa menggenjot investasi, atau membangun kepercayaan dunia luar, jika pejabat pemerintah kita tiap hari berisik mengeksploitasi isu radikalisme dan terorisme?,” kata dia.

Menurut Fadli, berdasarkan hasil riset sejumlah lembaga konsultan, pernyataan positif dari pemerintah adalah hal yang sangat mempengaruhi persepsi investor. Mereka menilai apa yang terjadi Indonesia dari pernyataan-pernyataan pejabat pemerintahnya.

“Bisa kita bayangkan, apa jadinya jika semua pejabat di Indonesia, mulai dari Presiden hingga para menteri, semuanya bicara mengenai radikalisme tiap hari?,” tanya Waketum Partai Gerindra itu.

Fadli menyarankan, para pejabat pemerintah mestinya menyadari bahwa pernyataan-pernyataan publik mereka bisa mempengaruhi dinamika ekonomi. Efeknya, kata dia, bisa luas.

“Inilah yang menyebabkan kenapa tingkat ketertarikan investasi asing di Indonesia cenderung menurun. Mereka butuh kepastian dan jaminan keamanan,” ungkapnya.

Jaminan stabilitas itu, lanjutnya, awalnya dilihat dari pernyataan para pejabat. Itu sebabnya para pejabat pemerintah sebaiknya stop memproduksi kegaduhan dengan isu radikalisme, teror dan semacamnya.

“Turunnya minat investasi ini memang harus kita perhatikan benar, karena bisa memicu terjadinya destabilisasi. Bagaimana kita bisa menyerap tenaga kerja, misalnya, jika investasinya turun? Bagaimana kehidupan sosial akan stabil, jika jumlah pengangguran meningkat? Ini adalah soal yang kait-mengait,” katanya.

red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button