NASIONAL

Usul Penghapusan Fraksi di DPR, Fahri Hamzah: Fraksi Tradisi Totaliter

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, keberadaan fraksi di DPR selama ini membuat kamar legislatif menjadi tidak berdaya, sehingga perlu dilakukan penghapusan.

Sebab, fraksi dinilai menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elite-elite politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen

“Jadi berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR di antara yang paling penting kita lakukan karena berbagai atau banyak alasan. Alasan pertama tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya,” kata Fahri dalam Gelora Talk bertajuk ‘Reformasi Sistem Politik, Mengapa Fraksi di DPR Sebaiknya Dihapus?’, Rabu (12/01/2022) petang.

Fahri mengaku, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, ia diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai yang menaungi dirinya, karena dipengaruhi oleh oligarki. Hingga akhirnya ia mengeklaim dipecat, karena memilih melawan.

“Saya sendiri memiliki yurisprudensi, makanya waktu itu saya melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan,” katanya.

Dalam sistem demokrasi, lanjutnya, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan sebaliknya menjadi wakil partai politik. Menurutnya, jika terus begitu pandangannya akan membahayakan.

Fahri menilai adanya kekeliruan tersebut lantaran adanya kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politik dalam fraksi.

“Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita,” tegasnya.

Terkait keberadaan fraksi ini, jelas Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen. Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.

“Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik,” ungkapnya.

“Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan,” imbuhnya.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button