UU Terorisme untuk Pelaku Hoaks, Muhammadiyah: Itu Sangat Berlebihan
Jakarta (SI Online) – Munculnya wacana penggunaan UU Terorisme dalam penanganan hoaks menuai pro-kontra, salah satu yang mengkritisi adalah Muhammadiyah.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Maneger Nasution mengatakan, Muhammadiyah sudah sejak lama memberi perhatian serius soal terorisme di Indonesia. Bagi Muhammadiyah, semua tindakan terorisme oleh siapapun dan oleh siapapun itu adalah musuh agama dan kemanusiaan. Hanya penanganannya harus sesuai hukum, profesional, independen, dan mengedepankan prinsp-prinsip HAM.
Perhatian serius Muhammadiyah itu menemukan puncak momentumnya ketika bergulirnya kasus Siyono. Dalam konteks kasus Siyono tersebut, selain menjadi Tim Kuasa Hukum bagi Keluarga Siyono, Muhammadiyah juga memberikan beberapa usulan pada revisi UU Terorisme. “Catatan yang paling mendasar oleh Muhammadiyah terkait dengan penanganan terorisme adalah penanganan yang dilakukan oleh Densus 88, yang diduga keluar dari koridor penegakan hukum (rule of law) dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Maneger melalui pernyataan tertulisnya yang diterima Suara Islam Online, Kamis (21/3/2019).
Terkait pernyataan Menko Polhukam Wiranto yang menyebut pelaku hoaks bisa dijerat UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammadiyah menilai itu sangat berlebihan.
“Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah khawatir jika ini diterapkan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU Terorisme. Mengingat ada perbedaan filosofis yang sangat mendasar antara UU Terorisme dengan UU ITE. Apatah lagi, beberapa ketentuan dalam UU Terorisme tersebut belum terdapat peraturan pelaksanaannya, seperti halnya lembaga pengawasan yang akan mengawasi penerapan UU Terorisme ini. Ini sungguh mengkhawatirkan dan menebar syiar ketakutan publik,” ungkap Maneger.
Sementara itu, kata Maneger, dalam penerapan UU ITE pada kasus hoaks, saat ini juga ada banyak catatan yang harus menjadi perhatian pemerintah. “Prinsip imparsialitas dalam penanganan kasus hoaks diduga tidak terpenuhi sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan di dalam masyarakat, maka sangat membahayakan jika kasus hoaks ditangani dengan UU Terorisme. Kami, juga dunia kemanusiaan, tidak menginginkan adanya Siyono-siyono baru dalam kasus hoaks jika UU terorirme tersebut diterapkan,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya menyarankan agar pemerintah dan DPR sebaiknya memenuhi beberapa regulasi turunan sebagai pelaksanaan yang menjadi mandat UU Terorisme dan kepolisian membenahi tata kelola penanganan kasus terorisme, sebelum hasrat menerapkan UU Terorisme untuk kasus lain.
red: adhila